Ahad 29 Mar 2020 00:06 WIB

AS Didesak Bebaskan Tahanan Iran

Penjara AS dinilai bisa membuat penularan virus corona semakin mudah terjadi.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Pemerintah Iran mendesak Amerika Serikat (AS) untuk segera membebaskan warga Iran yang saat ini berada dalam tahanan. Langkah itu dinilai perlu dilakukan atas kekhawatiran wabah virus corona jenis baru (Covid-19) yang telah menjadi pandemi. 

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan AS masih menahan banyak warga Iran di penjara-penjara negara itu. Namun, di tengah situasi saat ini, sudah seharusnya mereka dibebaskan. 

Baca Juga

“AS bahkan menolak cuti medis diberikan di tengah Covid-19 untuk orang-orang tak bersalah yang berada di penjara dengan fasilitas mengerikan. Bebaskan warga kami,” ujar Zarif dalam sebuah pernyataan melalui jejaring sosial Twitter, dilansir Aljazirah, Sabtu (28/3). 

Zarif juga merujuk pada laporan surat kabar The Guardian tentang Sirous Asgari, seorang profesor di bidang sains, yang dikabarkan masih ditahan di penjara yang ramai, membuat penularan virus corona jenis baru semakin mudah terjadi. Asgari diketahui sempat dibebaskan pada November 2019 atas tuduhan federal AS tentang pencurian rahasia dagang. 

Zarif mengatakan bahwa beberapa ilmuwan Iran telah disandera oleh AS tanpa tuduhan. Bahkan, ada sejumlah kasus yang memiliki tuduhan palsu dan ditolak oleh pengadilan. 

“AS tidak membebaskan mereka, bahkan ketika pengadilan telah menolak tuduhan yang tidak masuk akal,” ujar Zarif. 

AS juga diketahui memasukkan lima perusahaan yang berbasis di Iran dan Irak dalam daftar hitam. Kemudian ada 15 orang juga dituding mendukung kelompok-kelompok teroris. Ini merupakan bagian putaran ketiga sanksi terhadap Iran dalam dua pekan terakhir ketika negara itu sedang berjuang memerangi wabah virus corona jenis baru.

Iran menjadi salah satu negara yang terkena dampak besar akibat Covid-19. Tercatat hingga Jumat (27/3),  jumlah kematian di Iran akibat infeksi virus corona jenis baru adalah 2.378. Sementara, total kasus yang dikonfirmasi di negara itu meningkat 2.926, menjadi seluruhnya adalah 32.332. 

 

Pasokan kemanusiaan dibebaskan dari sanksi yang diberlakukan kembali oleh Washington terhadap Teheran. Namun, sanksi AS yang lebih luas terhadap Iran telah menghalangi banyak perusahaan untuk upaya membantu misi kemanusiaan di negara Timur Tengah itu berjalan lancar. 

Sebelumnya, Michelle Bachelet selaku kepala di bidang hak asasi PBB menyerukan sanksi yang dijatuhkan kepada sejumlah negara, salah satunya Iran perlu dievalusi kembali dengan segera, menyusul pandemi virus corona jenis baru yang tengah terjadi. Ia mengatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk menghindari masalah lebih luas. 

“Pada saat yang genting ini, baik untuk alasan kesehatan masyarakat global, dan untuk mendukung hak dan kehidupan jutaan orang di negara-negara ini, sanksi sektoral harus dikurangi atau ditangguhkan," ujar Bachelet dalam sebuah pernyataan pada 25 Maret lalu. 

Bachelet mengatakan di tengah situasi pandemi global, sanksi dapat menghambat upaya medis yang dilakukan setiap negara seperti Iran. Hal itulah yang menurutnya meningkatkan risiko lebih besar kepada semua orang di dunia. Ia menambahkan bahwa pembebasan kemanusiaan untuk tindakan sanksi harus diberikan efek yang luas dan praktis, dengan otorisasi yang cepat dan fleksibel guna dapat memastikan adanya peralatan dan pasokan medis yang penting.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement