REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dra Wega Trisunaryanti MS PhD Eng mengatakan, belum ada riset yang menyatakan bahwa disinfektan biasa yang disemprotkan pada lingkungan sekitar ampuh dalam membunuh virus Covid-19. Menurut dia, perlu riset khusus untuk hal tersebut.
"Selama ini belum ada riset yang mengatakan bahwa penyemprotan disinfektan biasa bisa membunuh Covid-19. Untuk itu, butuh riset yang saksama juga untuk memastikan virus ini mati atau tidak," ujar Prof Wega saat dihubungi dari Jakarta, Ahad (29/3).
Meski demikian, disinfektan biasa ampuh dalam membunuh bakteri yang baik maupun jahat. Dengan catatan, disinfektan yang digunakan mengandung alkohol 70 persen.
Bakteri dan virus memiliki perbedaan ukuran. Ukuran bakteri jauh lebih besar dan dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Sementara itu, virus biasanya berukuran lebih kecil dan membutuhkan mikroskop elektron untuk melihatnya.
Wega menambahkan, membunuh virus Covid-19 sebenarnya bisa menggunakan disinfektan dengan kandungan alkohol yang lebih tinggi. Selain itu, membunuh virus corona bisa dengan penyanitasi tangan yang sesuai standar WHO dan BPOM.
"Teman saya memublikasi jurnal di jurnal internasional, tapi bukan yang bereputasi internasional. Dia mengatakan Covid-19 bisa mati dengan campuran alkohol sekitar 80 persen, 1,33 persen hidrogen peroksida, dan air. Itu kandungan yang terdapat pada disinfektan atau penyanitasi tangan sesuai standar BPOM dan WHO. Disinyalir bisa mati dengan campuran alkohol dan hidrogen peroksida," kata dia menambahkan.
Penelitian mengenai Covid-19, dia melanjutkan, terutama di jurnal internasional bereputasi belum terlalu banyak karena Covid-19 merupakan pandemi baru di dunia. Dia juga menyarankan agar penyemprotan disinfektan tidak dilakukan secara berlebihan karena akan membunuh bakteri baik di alam.
Penyemprotan disinfektan, menurut dia, lebih kepada aspek psikologis, yakni untuk menenangkan masyarakat pada saat merebaknya pandemi global Covid-19.