REPUBLIKA.CO.ID, Berbagai platform digital kini telah menawarkan fitur pay later. Konsumen bisa membeli barang atau jasa di masa sekarang, dengan pembayaran yang ditangguhkan di kemudian hari, sesuai batas waktu yang telah ditentukan.
Head of Marcomm aplikasi keuangan Halofina, Garniasih, menyebut pay later sebagai konsep lama yang sudah ada, tetapi dibalut dalam kemasan baru. Baik buruknya kehadiran pay later tergantung tingkat literasi keuangan seseorang.
"Saya melihatnya ada dua sisi. Pertama, fungsi pay later memampukan bila dipakai sebagaimana mestinya, tetapi kekurangannya bisa memicu perilaku konsumsi yang kurang bertanggung jawab," kata Garniasih.
Menurut Garniasih, pengguna pay later sama saja berutang karena biaya barang atau jasa tidak langsung dibayarkan saat itu juga. Seperti konsep utang pada umumnya, pay later bisa mendorong kesejahteraan bila dipakai dengan bijaksana.
Kekhawatiran yang disampaikan Garniasih, jangan sampai pay later hanya menjadi cara tiap aplikasi atau perusahaan untuk mendukung tingkat penjualan. Embel-embel kebahagiaan itu menjadi semu dan sesaat jika tidak digunakan secara tepat.
Sebelum memakai pay later, konsumen perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan fitur tersebut. Tidak hanya manfaat, pay later pun memiliki risiko pola konsumsi yang tidak sehat dan kurang bertanggung jawab.
Supaya terhindar dari risiko tersebut, konsumen sebaiknya memahami prinsip utang baik dan utang yang kurang baik. Kriteria utang baik adalah yang bisa membantu menghasilkan pendapatan atau meningkatkan kekayaan bersih.
Misalnya, berutang untuk mengikuti kursus profesional sehingga menambah keterampilan. Garniasih tidak menyarankan utang atau pay later untuk sesuatu yang konsumtif, apalagi hanya keinginan alih-alih kebutuhan.
Selain itu, konsumen perlu cermat menghitung proporsi utang. Jumlah seluruh utang dalam sebulan, termasuk akumulasi semua cicilan kredit serta pay later, idealnya berkisar antara 20 sampai 30 persen dari pendapatan bulanan.
Selama mengingat prinsip-prinsip itu, pay later aman digunakan, termasuk pula penggunaan pay later untuk dana liburan. “Kalau liburan menjadi kebutuhan dan secara keuangan masih aman, kenapa harus dilarang? Pay-nya later, tapi memakainya tetap harus pintar," ungkap Garniasih.
Nurhikmah Dewi Wulansari, cukup sering menggunakan fitur pay later. Perempuan 24 tahun itu memanfaatkannya lima kali dalam beberapa bulan terakhir. Wulan, panggilannya, punya alasan khusus memakai pay later.
Dia menganggap fitur pay later pada aplikasi penyedia jasa perjalanan yang dia gunakan sangat praktis. Selain itu, ada diskon tambahan yang cukup besar seiring dengan tawaran penggunaan fitur pay later.
Sebagai contoh, tiket pesawat yang dia beli ke Malaysia beberapa waktu silam mendapat diskon hampir 50 persen. Dengan sekali klik, Wulan memperoleh keuntungan harga beli tiket yang jauh lebih murah karena menggunakan pay later.
Fitur pay later di setiap aplikasi disebut Wulan memiliki ketentuan berbeda-beda. Dari semua transaksi pay later yang dia buat, semuanya dilunasi dalam satu kali pembayaran tanpa cicilan, hanya saja waktunya di kemudian hari.
Dia merasa harus cermat melihat tiket pesawat dan hotel mana yang menawarkan diskon karena potongan harga itu tersedia musiman. Wulan juga mengaku belum tertarik menggunakan pay later untuk membeli barang lain.
"Lebih ingin pakai buat transportasi, kalau beli barang takutnya kalap dan tagihannya berat. Meski kadang tergoda tapi belum pernah coba," ujar karyawan swasta yang berdomisili di Sunter, Jakarta Utara, itu.
Kepraktisan juga menjadi alasan bagi Gardiansyah Saputra menggunakan fitur pay later. Pria yang biasa disapa Putra tersebut pernah memakai pay later untuk memesan tiket pesawat, hotel, dan tiket masuk ke tempat rekreasi.
Saat melakukan transaksi, Putra sebenarnya memiliki uang tunai. Akan tetapi, ada kebutuhan lain yang ditakutkan mendesak sehingga pay later jadi alternatif. Selain praktis dan mudah, dia merasa diringankan dengan cicilan yang murah.
Putra membagikan pengalaman ketika dia membeli tiket masuk tahunan ke tempat rekreasi populer di Jakarta. Pembelian enam tiket itu mendapat diskon sekian persen sehingga harganya lebih murah.
Pembayaran bisa dicicil sebanyak tiga kali, tetapi Putra melunasinya hanya dalam dua kali pembayaran. Pengaturan yang fleksibel dan batas besaran pay later yang cukup besar membuatnya terbantu setiap kali membutuhkan fitur.
"Sesuai kebutuhan saja. Tidak terlalu urgent, cuma untuk perjalanan atau kebutuhan rekreasi bersama istri dan anak-anak," tutur pria 32 tahun tersebut.