REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, laju inflasi sepanjang bulan Maret 2020 mencapai 0,10 persen. Komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama laju inflasi sepanjan bulan Maret 2020. Tercatat, komoditas ini memberikan andil inflasi sebesar 0,05 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto, menjelaskan, komoditas emas perhiasan masuk ke dalam kelompok komoditas perawatan pribadi dan jasa lainnya yang mengalami inflasi tertinggi dari sepuluh kelompok lainnya. Kelompok tersebut pun mengalami inflasi sebesar 0,99 persen.
"Emas menjadi komoditas yang dominan memberikan andil inflasi ke kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Kelompok ini mengalami inflasi tertinggi. Jadi, inflasi Maret penyebab utamanya adalah emas," kata Suhariyanto dalam live streaming Youtube, Rabu (1/4).
Masih dalam kelompok yang sama, Suhariyanto mengatakan terdapat pula komoditas selain emas yang menyumbang inflasi. Yakni seperti hand body, shampoo, sabun mandi, serta aneka kosmetik. Namun, rata-rata komoditas itu hanya memberikan andil inflasi di bawah 0,01 persen.
Selain komoditas emas, inflasi juga dipicu dari komoditas bawang bombai dan telur yang masih dalam kelompok komoditas makanan, minuman, dan tembakau. Namun, dua komoditas itu hanya memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03 persen.
Melihat tren inflasi dalam tiga bulan terakhir, ia menilai bahwa perkembangan inflasi hingga bulan Maret 2020 masih cukup stabil. Sebab, secara tren Januari-Maret 2020 mengalami penurunan yakni secara berurutan 0,39 persen, 0,28 persen, dan 0,10 persen.
Menurut dia, terdapat dua kelompok komoditas yang pada bulan lalu mengalami deflasi. Hal itu pula yang membantu laju infasi jadi lebih rendah ketimbang dua bulan sebelumnya.
Kelompok tersebut yakni transportasi -0,43 persen serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan -0,09 persen. Dua kelompok itu memberikan andil deflasi masing-masing -0,05 persen dan -0,01 persen.
Adapun secara komponen, inflasi inti pada Maret 2020 sebesar 0,29 persen. Sementara, inflasi administered prices atau harga-harga yang diatur pemerintah justru mengalami deflasi -0,19 persen serta inflasi volatile foods atau harga pangan bergejolak juga deflasi -0,06 persen.