REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wabah virus corona jenis baru (Covid-19) memaksa mayoritas masyarakat Indonesia melakukan aktivitas di rumah gune mencegah penyebaran penularan. Meski jenuh, ada baiknya beraktivitas di rumah bersama keluarga perlu dimanfaatkan sebagai momentum yang baik.
Pakar Parenting dari UIN Kalijaga Yogyakarta Rahma Desyani menilai, melakukan aktivitas di rumah sebagai bagian rutinitas seharian penuh memang cukup menjenuhkan. Namun demikian, kata dia, masyarakat dapat mengambil beberapa tindakan yang dapat memanfaatkan momen tersebut.
Misalnya, dia mencontohkan, saat orang tua melakukan pekerjaan dari rumah maka dengan sendirinya anak akan melihat bagaimana kerja keras orang tua dalam melakukan sesuatu. Dari situlah akan muncul empati dan rasa menghormati yang lebih besar dari anak kepada orang tuanya.
“Mungkin di bayangan beberapa anak itu kan mereka nggak semuanya tahu kerja orang tuanya seperti apa. Nah, begitu anak itu lihat bagaimana cara orang tuanya bekerja dari rumah, empatinya akan muncul lebih besar,” kata Rahma saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, momentum beraktivitas di rumah juga dapat dimanfaatkan orang tua untuk ‘berlibur’ bersama keluarga. Berlibur di sini artinya, rumah dapat dijadikan tempat wisata yang edukatif. Dia mencontohkan, hal-hal semisal properti rumah dapat dimanfaatkan untuk mendukung suasana layaknya tempat wisata pada umumnya.
Di era digital seperti sekarang, dia menjabarkan, tak sulit mencari hiburan melalui gawai. Hal itu bisa dijadikan medium bagi orang tua untuk mengajak anaknya bermain melalui beberapa aplikasi permainan yang memiliki nilai. Artinya, peran orang tua dalam memfilter aplikasi di gawai anak pun terjadi.
“Di sisi lain, orang tua kan sering nge-judge anak main game terus misalnya. Padahal kan belum tentu semua game itu jahat, hanya karena manajemen waktunya saja kurang. Nah, momen ini tepat banget digunakan orang tua untuk pahami dunianya anak,” ungkapnya.
Sementara itu salah satu warga Depok Ita Puspita mengatakan, beraktivitas di rumah memang berbeda jauh dengan beraktivitas normal sebagaimana biasa. Namun demikian dia menjelaskan, pola pengasuhan terutama dalam mengajarkan pendidikan agama selalu menjadi hal utama.
“Sebelum ada wabah begini, kami sering jamaah di Masjid. Begitu sudah nggak boleh, kami jamaahnya ganti saja di rumah,” kata Ita.
Meski demikian, nuansa ibadah antara di masjid dengan di rumah sangatlah berbeda. Ibu dari tiga orang anak itu merasakan bagaimana perjuangan semangat anak-anaknya untuk mengikuti jamaah yang digelar di rumah bersama sang ayah.
Hanya saja, kata Ita, perbedaan itu hanya terasa pada suasana semata. Sedangkan jika diukur dari nilai dan ikhtiar, beribadah di rumah merupakan budaya yang kerap diterapkan dan selalu diusahakan dapat dikerjakan di awal waktu.
“Anak saya kalau pagi sekolah online sama gurunya. Siang itu kami main di rumah, nanti kalau sudah sore, kita sama-sama murajaah Alquran,” ungkapnya.
Warga Jakarta, Tuti Alwiyah, mengaku cukup menikmati waktu luang di rumah bersama keluarga. Meski tak dapat melaksanakan ibadah berjamaah di masjid, sesekali dia bersama keluarganya menggelar shalat berjamaah di rumah.
Menurut dia, selama melakukan aktivitas di rumah selama virus Covid-19 merebak, nuansa religius muncul kembali di rumahnya. Jika dahulu usai maghrib hanya dirinya saja yang membaca Alquran secara tartil, kini aktivitas itu mulai ditiru oleh anak-anaknya.
“Jadi seperti zaman saya kecil (tahun 1980-an), kalau habis maghrib itu rumah-rumah sepi, yang ada hanya suara mengaji. Begini sekarang rumah saya kalau maghrib, hikmahnya kali ya itu,” ujarnya.
Suami Tuti, Adi Wijaya mengatakan, pendidikan agama yang paling sederhana yang diterapkan dalam rumah tangganya adalah dengan mendirikan shalat lima waktu secara tepat waktu. Dia membiasakan anak-anaknya untuk tidak lagi beralasan telat shalat sebab dia mengajak shalat secara langsung.
“Kalau saya ajak shalat, langsung bangun lepas gadget-nya. Lumayan cepet sih kalau disuruh shalat (anak-anak),” pungkasnya.