Senin 06 Apr 2020 16:48 WIB

PBB Serukan Larangan Global Pasar Satwa Liar

Pelarangan pasar hewan liar dapat membuka kemungkinan perdagangan satwa secara ilegal

Rep: kamran dikarma/ Red: Hiru Muhammad
Keramaian suasana pasar hewan di Kabul, Senin (14/10). (AP/Anja Niedringhaus)
Keramaian suasana pasar hewan di Kabul, Senin (14/10). (AP/Anja Niedringhaus)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- PBB menyerukan larangan global terhadap pasar satwa liar. Hal itu penting diterapkan guna mencegah munculnya pandemi di masa mendatang.

Acting Executive Secretary of the United Nations Convention on Biological Diversity,  Elizabeth Maruma Mrema mengatakan negara-negara harus mencegah pandemi di masa depan dengan melarang “pasar basah” yang menjual hewan hidup dan mati untuk dikonsumsi manusia. Namun hal tersebut tentu memiliki konsekuensi.

“Akan baik  melarang pasar hewan hidup seperti yang telah dilakukan Cina dan beberapa negara. Tapi kita juga harus ingat  Anda memiliki komunitas, terutama dari daerah pedesaan berpenghasilan rendah, khususnya di Afrika, yang bergantung pada hewan liar untuk mempertahankan mata pencaharian jutaan orang,” kata Mrema saat diwawancara the Guardian, Senin (6/4).

Dengan demikian, pelarangan pasar hewan liar dapat membuka kemungkinan perdagangan satwa secara ilegal. Beberapa spesies telah berada di ambang kepunahan akibat praktik tersebut. 

Mrema berpendapat memang perlu ada solusi alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. “Kita perlu melihat bagaimana kita menyeimbangkan itu dan benar-benar menutup lubang perdagangan ilegal di masa depan,” ujarnya. 

Setelah virus korona baru penyebab Covid-19 berkembang menjadi pandemi, Cina mengeluarkan larangan sementara untuk pasar satwa liar. Sebab virus diyakini bersumber dari pasar semacam itu di Wuhan.

Sekretaris Jenderal China Biodeversity Conservation and Green Development Foundation Jinfeng Zhou meminta otiritas berwenang Cina membuat larangan pasar satwa liar permanen. Jika tidak dilakukan, wabah seperti Covid-19 berpotensi muncul kembali.

“Saya setuju harus ada larangan global terhadap pasar basah, yang akan banyak membantu konservasi satwa liar dan melindungi diri kita dari kontak yang salah dengan satwa liar. Lebih dari 70 persen penyakit manusia berasal dari satwa liar dan banyak spesies terancam punah dengan memakannya,” kata Jienfeng.

Maruma Mrema mengatakan melestarikan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang utuh akan membantu mengurangi prevalensi benerapa penyakit. “Jadi, cara kita bertani, cara kita menggunakan tanah, cara kita melindungi ekosistem pesisir, dan cara kita memperlakukan hutan kita akan merusak masa depan atau membantu kita hidup lebih lama,” ucapnya.

Dia mengingatkan, pada akhir 1990an, virus Nipah merebak di Malaysia. “Diyakini bahwa virus itu adalah hasil dari kebakaran hutan, penggundulan hutan, dan kekeringan yang menyebabkan kelelawar buah, pembawa alami virus, pindah dari hutan ke dalam lahan gambut. Ia menginfeksi para petani, yang menginfeksi manusia lain dan yang menyebabkan penyebaran penyakit,” kata Mrema.

Hal itu menjadi penanda hilangnya keanekaragaman hayati menjadi pendorong besar dalam munculnya beberapa virus. “Deforestasi skala besar, degradasi dan fragmentasi habitat, intensifikasi pertanian, sistem pangan kita, perdagangan spesies dan tumbuhan, perubahan iklim antropogenik, semua ini adalah pendorong hilangnya keanekaragaman hayati dan juga pendorong penyakit baru. Dua pertiga dari infeksi dan penyakit yang muncul sekarang berasal dari satwa liar,” tutur Mrema.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement