REPUBLIKA.CO.ID, Sir Isaac Newton tercatat sebagai fisikawan paling berpengaruh di jagat bumi. Setidaknya, namanya sudah ditahbiskan bertengger ke peringkat nomor dua dalam 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia yang disusun Micheal Heart. Newton lahir di Woolsthorpe, Inggris, pada 25 Desember 1642. Dia lahir setelah ayahnya wafat. Meski cerdas, Newton muda kurang memperhatikan pelajaran sekolah.
Prestasinya pun kurang menonjol. Sampai-sampai ibunya sempat mengeluarkan dia dari sekolah sambil berharap agar putranya bisa menjadi petani sukses. Bakat Newton mulai terlihat saat masuk ke Universitas Cambridge. Dia menyerap dengan baik semua ilmu pengetahuan dan matematika. Dia pun melakukan riset independennya di sana.
Pada abad ke-17, masa ketika Newton hidup, adalah periode demam ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh seperti Copernicus dan Galileo menyingkirkan pemahaman ilmu pengetahuan kuno yang keliru. Mereka merevisi teori yang mengatakan bumi itu datar dan bumi merupakan pusat alam semesta. Meski demikian, belum ada kumpulan pemikiran yang dirumuskan. Sebuah teori yang sanggup membuat prediksi-prediksi bersifat ilmiah.
Newton menjadi sosok yang sanggup memberikan teori utuh itu. Dia menempatkan ilmu pengetahuan modern ke jalan yang ditempuhnya hingga saat ini. Salah satu temuan pertamanya yang diterbitkan adalah karyanya tentang sifat cahaya. Lewat penelitian ilmiah, Newton menemukan bahwa cahaya putih sebenarnya merupakan campuran semua warna pelangi. Newton juga membuat analisis terperinci soal konsekuensi hukum-hukum cermin dan pembiasan cahaya.
Tak hanya tentang cahaya, Newton pun punya kontribusi besar dalam bidang mekanika. Dia berhasil menemukan hukum gerak dan teori gravitasi universal. Himpunan hukum ini membentuk sistem utuh yang bisa digunakan untuk menyelidiki dan meramalkan perilaku semua sistem mekanik makroskopik. Dari ayunan pendulum hingga gerak planet dalam orbit yang mengelilingi matahari.
Tak ada yang memungkiri betapa besar pengaruh ilmu Newton dalam kehidupan manusia. Hanya, catatan yang dibuat Prof Jim Khalili dari Universitas Surrey, Inggris, mungkin bisa membuat kita merenung sejenak bahwa kontribusi serupa pernah dihasilkan berabad-abad lalu di Irak. Sampai-sampai, Jim Khalili menulis di laman BBC bahwa Newton sendiri berdiri di atas seorang raksasa yang hidup 700 tahun silam.
Ilmuwan brilian itu bernama al-Hassan Ibn al-Haitham. Dia lahir pada 965 di Irak. Kebanyakan orang di Barat tak pernah mendengar tentang al-Haytham. Sejarah populer umumnya menjelaskan bahwa tidak ada penemuan ilmiah besar antara Yunani Kuno dan masa Renasains (pencerahan) Eropa. Namun, abad kegelapan yang melanda Eropa Barat bukan berarti membuat stagnasi di tempat lain pada waktu yang sama. Faktanya, pada abad ke-9 hingga ke-13 tercatat menjadi era keemasan ilmuwan Arab. Salah satunya al-Haitham.
Ibn al-Haitham dirujuk sebagai bapak dari metode ilmu pengetahuan modern. Secara umum, metode yang digunakan Ibn al-Haytham menggunakan pendekatan penyelidikan fenomena, mendapatkan pengetahuan baru, atau mengoreksi dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya berdasarkan data yang dikumpulkan lewat pengamatan dan uji hipotesis.
Ibn al-Haitham adalah seorang ilmuwan pertama yang memberi pengukuran akurat tentang bagaimana kita melihat sebuah objek. Dia membuktikan bahwa teori emisi yang menyatakan bahwa cahaya berasal dari mata kita yang bersinar dan mengenai objek kita lihat. Ibn al-Haytham membuktikan teori yang diyakini filsuf seperti Plato dan Ptolemius adalah salah.
Dia pun menggunakan matematika untuk menjelaskan proses ini. Lutfallah Gari, peneliti sejarah sains dan teknologi asal Arab Saudi, menjelaskan, al-Haytham meneliti pembiasan cahaya pada permukaan tak berwarna, seperti kaca, udara, dan air. Al-Haytham mengatakan, bentuk dari objek visual akan terdistorsi bila dilihat melalui objek tak berwarna.
Ia juga mengatakan, objek visual yang dilihat manusia akibat pembiasan cahaya dari materi seperti air atau kaca akan menyebabkan bentuk atau ukuran objek lebih besar dari bentuk aslinya. Teori ini ditulis dalam kitab al-Manazir (Optik) yang kemudian dikembangkan Roger Bacon (1214-1294) sehingga lahirlah ide tentang kaca pembesar. Ide ini pun menjadi cikal bakal kacamata.