Rabu 08 Apr 2020 00:30 WIB

Ini Dampak Sosial Jika Ramadhan Masih Pandemi Corona

Sebelumnya BIN menyebut puncak pandemi corona akan berlangsung pada Mei atau Juni.

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
(Ilustrasi) iktikaf di bulan Ramadhan
Foto: Republika/mgrol101
(Ilustrasi) iktikaf di bulan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi corona diperkirakan masih akan berlangsung sampai Ramadhan. Sebelumnya Badan Intelijen Negara (BIN) menyebutkan bahwa puncak pandemi corona akan berlangsung pada Mei atau Juni.

Yusdi Usman, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Kandidat Doktor Sosiologi UI mengatakan ada dampak sosial kepada masyarakat jika pandemi ini masih berlangsung saat Ramadhan. Pertama, jika larangan mudik secara ketat dan radikal tidak dilakukan oleh pemerintah, kemungkinan terjadinya penyebaran dan penularan corona ke masyarakat di berbagai kota dan sampai ke pelosok-pelosok desa akan terjadi. Jika ini terjadi, maka akan sulit bagi pemerintah daerah untuk mengontrol perkembangan corona yang semakin membesar sampai ke pelosok desa.

Baca Juga

Kedua, meningkatnya angka kemiskinan masyarakat karena tidak adanya kegiatan ekonomi produktif di kota dan desa-desa. Saat ini, jumlah penduduk miskin menurut BPS sekitar 25 juta orang. Namun terdapat sekitar 67 juta orang yang berada pada status hampir miskin dan rentan miskin.

"Nah, 67 juta orang ini, saya perkirakan akan jatuh miskin sebagai dampak dari corona ini. Selain itu, sebagian kelompok kelas menengah yang terkena PHK juga akan menjadi miskin," lanjutnya.

Ketiga, interaksi sosial akan dibatasi. Seperti diketahui, interaksi sosial saat Ramadhan adalah fenomena yang berlangsung di masyarakat Muslim Indonesia. Interaksi sosial ini terjadi dalam bentuk Shalat Tarawih, silaturrahmi, dan interaksi sosial dalam kegiatan ekonomi lainnya. Kebijakan PSBB tentu saja akan membatasi semua interaksi sosial dan memaksa masyarakat untuk tinggal di rumah, dan atau mematuhi aturan sosial distancing atau sekarang physical distancing.

Masalahnya, tidak semua masyarakat patuh dengan anjuran ini karena berbagai hal, seperti keterpaksaan untuk bekerja di luar rumah bagi pekerja sektor informal, dan lainnya. Lebih lanjut Yusdi menyoroti kegagalan penerapan jarak sosial.

Kampanye social distancing menjadi tidak efektif dan gagal saat mobilitas sosial horizontal masih berlangsung di ruang publik. Social distancing hanya akan efektif jika pemerintah mau menggunakan pendekatan lockdown atau karantina wilayah secara ketat, meskipun biaya hidup rakyat miskin terdampak harus ditanggung pemerintah selama wabah berlangsung.

Lemahnya kontrol negara inilah yang menyebabkan social distancing tidak berjalan dengan baik dan bahkan cenderung gagal di ruang publik. Bagaimanapun, Yusdi mengatakan, belum terlambat bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih efektif dalam menangani wabah corona ini, terutama untuk memastikan social distancing berjalan lebih efektif dalam rangka memotong rantai penularan wabah corona dalam wilayah yang lebih luas di Tanah Air.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement