REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dindin Jamaluddin
Dari Anas RA, ia berkata, ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Rasulullah SAW untuk bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan, mereka menganggap ibadah mereka sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan Nabi SAW. Padahal, beliau telah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.”
Salah seorang di antara mereka berkata, “Aku akan shalat malam terus-menerus.” Lainnya berkata, “Aku akan berpuasa seterusnya tanpa berbuka.” Kemudian, yang lain berkata, “Sedangkan aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.”
Mendengar kabar tersebut, Rasulullah SAW mendatangi mereka seraya berkata, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi, aku berpuasa dan berbuka. Aku shalat malam dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka, siapa yang tidak menyukai sunahku, ia tidak termasuk golonganku.” (HR Bukhari).
Demikianlah, Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak perlu berlebihan dalam ketaatan. Tugas manusia tidak hanya menjadi hamba, tapi juga sebagai khalifah. Ibadahnya tidak hanya bersifat vertikal (kepada Allah SWT), tetapi juga bersifat horizontal (kepada sesama manusia dan alam). Manusia hidup di dunia, karenanya harus bekerja, berkeluarga, berinteraksi secara sosial dengan sesama.
Menghadapi pandemi Covid-19 pun tak cukup dengan keberanian karena memiliki Allah Yang Mahakuasa, tetapi harus ada upaya untuk menghindari wabah dengan berbagai ilmu kesehatan yang manusia miliki. Dengan keseimbangan itu, kehidupan akan dijalani dengan riang. Apalagi, dengan kondisi sekarang ini, berdiam diri di rumah bukanlah perkara mudah. Bila tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan masalah.
Pandemi corona memberikan pelajaran untuk seimbang antara dunia dan akhirat, kehidupan pribadi, keluarga, pekerjaan, dan sosial. Seimbang antara kepentingan individu dengan umum. Takut oleh virus itu wajar, tapi jangan berlebihan. Karena kecemasan justru menjadikan imun tubuh menurun dan rentan terserang penyakit.
Hidup seimbang akan membuat hati tenteram. Membawa pekerjaan ke rumah tidaklah mudah. Kini, bukan lagi membawa, tapi bekerja di rumah. Tentu ada sejumlah dinamika, tapi dengan prinsip seimbang, kita pasti akan bisa melewatinya dengan bahagia. Ketahuilah, Allah Yang Maha Mengetahui memberikan gambaran bahwa dari peristiwa ke peristiwa merupakan episode dan fase kehidupan manusia yang harus dijalani.
Kondisi yang terjadi sekarang ini mengingatkan manusia untuk menguatkan kesadaran dirinya bahwa hidup harus seimbang. Bekerja seolah akan hidup selamanya. Namun, mesti ingat, beribadahlah seolah akan mati besok. Tanamlah biji yang ada di tangan, walau besok akan kiamat.
Tidak mudah merealisasikan sikap hidup yang seimbang. Butuh proses panjang, latihan, dan perjuangan. Manusia akan diuji oleh pasangan, anak, emas dan perak, kendaraan, binatang ternak, dan sawah ladang. (QS Ali Imran; 14). Kecenderungan tersebut tentu saja manusiawi. Namun, sebagai seorang beriman, kita diberikan panduan untuk berlaku seimbang dalam kehidupan. Wallahu a'lam.