REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran mencatat beberapa kisah tentang pemuda. Surah al-Kahfi ayat ke-18, misalnya, menceritakan tentang Ashabul Kahfi. Sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT. Mereka menyelamatkan diri dari kaumnya yang menyimpang. Allah kemudian membuat mereka tertidur di dalam gua selama 309 tahun. Saat tersadar, mereka hidup pada masa penguasa yang beriman.
Kemudian, surah al-Buruj membahas pemuda Ashabul Ukhdud. Surah ini menceritakan pemuda yang tegar dalam keimanannya pada Allah. Penguasa yang murka membinasakan kaum beriman dengan menceburkan mereka ke dalam parit berisi api yang bergejolak.
Pada masa Rasulullah SAW, mayoritas orang yang pertama-tama masuk Islam adalah pemuda. Secara sosio-kultural, fenomena ini berkaitan dengan karakter agama Islam yang revolusioner. Laiknya setiap gagasan besar, ia selalu disambut oleh kaum muda, bukan kaum muda tua yang sudah mapan dengan tradisi.
Pemudalah yang memiliki energi dan semangat untuk menyambut gagasan-gagasan baru. Lantaran itu, tidak aneh apabila kaum muda yang pertama-tama meyakini Islam dan menjadi ujung tombak gerakan dakwah di Makkah.
Islam memandang pemuda bukan sebagai makhluk setengah dewasa yang labil atau gemar membuang waktu, sebaliknya Islam menaruh harapan besar kepada para pemuda untuk menjadi pelopor.
Para pemuda Muslim generasi awal berkiprah dalam spektrum luas. Rasulullah memetakan potensi tiap-tiap sahabat dengan cermat. Alquran surah at-Taubah ayat 122 menyebutkan, tidak sepatutnya mukminin terjun semua ke medan perang.
Harus ada sebagian dari mereka yang tinggal untuk memperdalam ilmu pengetahuan keagamaan dan memberi peringatan pada kaumnya. Itulah yang dilakukan Rasulullah. Sahabat yang memiliki kapasitas memimpin dan bersiasat ditunjuk menjadi panglima perang sedangkan sahabat yang memiliki minat mendalami ilmu diberi tempat di masjid.