REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengindentifikasi dampak Covid-19 pada subsektor energi baru terbarukan (EBT) dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan. Kebijakan ini diprioritaskan untuk proyek EBT padat karya.
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Hariyanto mengungkapkan, kebijakan yang dikeluarkan adalah dengan memberikan sejumlah insentif dan kelonggaran pendanaan pada proyek EBT. "Untuk stimulus pendanaan, pemerintah telah menangguhkan angsuran pinjaman hingga penurunan suku bunga proyek berbasis EBT," kata Hariyanto, Rabu (22/4).
Selain itu, keringanan lain berupa ralaksasi Commercial Operation Date (COD) dan peniadaan denda finansial untuk menyesuaikan mekanisme pengadaan pembangkit energi mandiri (Independent Power Producer/ IPP).
Ada pula pemberian subsidi melalui APBN terhadap pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel. Sebaliknya akan ada biaya tambahan biaya (surcharge) untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan insentif khusus pajak melalui penangguhan dan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pengembangan aneka EBT.
Guna menjaga roda perekonomian terutama di daerah, Kementerian ESDM memfokuskan percepatan proyek EBT yang bersifat padat karya dan desentralisasi. "Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap di kantor instansi pemerintah atau industri perikanan (cold storage), PLT mikro hidro dan PLTS off grid tetap berjalan meskipun pabrikan PLTS ini beberapa telah menurunkan produksi," ungkap Hariyanto.
Sementara, proyek-proyek berbasis APBN akan dilakukan restrukturisasi dan refocusing untuk tetap menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Program seperti Penerangan Jalan Umum-Tenaga Surya (PJU-TS) tetap berjalan walaupun dari sisi volume berkurang.
Sebelumnya, Hariyanto merinci sejumlah kendala di sektor EBT akibat adanya Covid-19, di antaranya terhambatnya sejumlah proyek dalam kontruksi/pengadaan mengakibatkan overhead cost dan bunga sehingga terjadi pemberhentian tenaga kerja, kenaikan biaya konstruksi, pembatasan mobilisasi personil dan logistrik, hingga permintaan listrik yang terus menurun.