REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di awal pekan menerapkan karantina diri di rumah mungkin cukup menyenangkan. Namun faktanya, sebagian anak sudah mulai merasa bosan setalah lebih dari satu bulan stay at home.
Psikolog Anak Ine Indriani, mengatakan, anak yang terlalu lama berada di dalam rumah wajar apabila merasa bosan. Sebab, mereka tidak dapat menyalurkan energinya yang besar.
Tak hanya itu, anak juga menjadi tidak bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Pada akhirnya, hal ini akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental anak menjadi lebih negatif.
Ine menjelaskan, setiap anak akan merasakan tingkat kebosanan yang berbeda. Misalnya, anak yang masih preschool dengan intensitas pergi ke sekolah maksimal hanya dua kali sepekan mungkin tidak masalah dengan stay at home.
“Namun, bagi anak yang senang berinteraksi dengan orang lain, mungkin mereka yang bisa lebih merasa terganggu,” ujarnya, belum lama ini kepada republika.co.id.
Kemudian, lanjut Ine, kondisi rumah juga akan memengaruhi anak. Situasi rumah yang tidak kondusif akan membuat anak justru tidak betah di dalam rumah.
Misalnya, anak tidak bisa merasakan keseimbangan antara aktivitas belajar di rumah, bermain, hingga bercengkrama bersama anggota keluarga. Situasi ini justru akan membuat anak cepat bosan.
Ine mengatakan agar anak tidak cepat bosan, ada berbagai kegiatan yang bisa dilakukan di rumah. Kegiatan ini harus disesuaikan dengan usia anak.
Sebagai contoh, pada pagi hari anak bisa mengerjakan tugas home learning dari sekolah. Setelah itu, mereka bisa melanjutkan dengan aktivitas lain.
Menurut Ine akan lebih baik bila orang tua sudah membuat jadwal kegiatan harian. Menciptakan rutinitas akan membantu anak jadi lebih stabil.
Jadwal harian anak bisa dimulai dengan bangun pagi, berjemur, makan, kemudian mandi. Di siang hari, anak boleh bermain bebas, tapi orang tua menyediakan mainan, seperti alat gambar atau peralatan lainnya.
Sorenya, orang tua bisa menawarkan aktivitas fisik, misalnya olahraga ringan. Atau, kegiatan di halaman, seperti main bola, petak umpet, dan jenis aktivitas fisik lain.
Ine mengatakan anak juga masih boleh diberikan gawai. Namun tentunya harus diawasi ibu dan ayah, seperti menjatah jam bermain gawai dan aplikasi yang boleh dimainkan.
“Orang tua harus aktif. Jangan sampai selesai Covid-19 anak malah kecanduan dengan gadget. Perlu ada alternatif, kalau orang tua hanya melarang, tapi tidak ada alternatif, anak juga bingung, orang tua harus berikan alternatif aktivitas yang menyenangkan,” ujarnya.