Ahad 26 Apr 2020 22:02 WIB

Warga Yogyakarta Diminta tak Mudik Selama Pandemi Covid 19

Warga Yogyakarta yang merantau diminya tidak mudik selama pandemi Covid 19

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bayu Hermawan
Lalu-lintas jalan protokol di Yogyakarta, Selasa (7/4). Lalu-lintas jalan di  Kota Pelajar saat pandemi covid19 (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Lalu-lintas jalan protokol di Yogyakarta, Selasa (7/4). Lalu-lintas jalan di Kota Pelajar saat pandemi covid19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Warga Kota Yogyakarta yang merantau diminta untuk tidak mudik selama pandemi Covid 19. Terlebih, kasus positif di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus meningkat dan sebagian besar merupakan kasus dari luar yang dibawa masuk ke DIY.

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid 19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengatakan, imbuan tidak mudik ini utamanya terhadap warga yang merantau di zona merah Covid 19. Pemerintah pusat pun telah mengeluarkan larangan mudik beberapa waktu lalu.

Baca Juga

"Aturan untuk larangan mudik sudah ditetapkan, saya mohon para pemudik untuk mentaati peraturan pemerintah, ini demi keselamatan bersama, kenyamanan bersama," kata Heroe yang juga Wakil Wali Kota Yogyakarta tersebut.

Menurutnya, kegiatan mudik yang dilakukan selama masa pandemi ini hanya akan membuang waktu. Sebab, bagi pemudik yang datang ke Kota Yogyakarta harus bersedia melakukan isolasi secara mandiri selama 14 hari.

Saat ini, pihaknya terus melakukan pengetatan terhadap pemudik yang masuk ke Yogyakarta. Dalam hal ini, bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta dan pihak kepolisian untuk melakukan tracing dan pemeriksaan bagi pemudik yang masuk.

"Kami juga sudah melakukan patroli untuk membubarkan kerumunan-kerumunan masyarakat yang tidak jelas dan juga membatasi pertemuan-pertemuan yang sifatnya mengumpulkan banyak orang guna mencegah penyebaran Covid 19," jelasnya.

Patroli ini dilakukan dengan menyasar lokasi-lokasi yang sering menjadi tempat berkumpul. Seperti Alun-alun Utara dan Selatan, Tugu, Malioboro dan Titik Nol Kilometer. "Patroli juga menyasar tempat-tempat seperti warnet, game online, tempat makan seperti angkringan dan burjo," ujarnya.

Di Bulan Ramadhan ini, ia pun meminta kepada masyarakat yang ingin membagikan takjil di masjid agar diganti dengan sembako. Hal ini dilakukan agar mengurangi kerumunan di masjid yang berpotensi adanya penyabaran Covid 19.

"Di masjid ada tempat wudhu, ditakutkan jika ada pembawa virus (carrier) berkumur dan dibuang ke tempat wudhu resiko tersebar semakin tinggi. Lebih baik diganti dengan sembako dan nanti disalurkan melalui masjid," jelasnya.

Ia menyebut, masih ada masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan terkait Covid 19 ini. Yakni masih banyak masyarakat yang belum menerapkan pentingnya physical distancing dalam mendukung upaya memutus mata rantai penyebaran Covid 19.

"Saat berkumpul mereka biasa beralasan bosan di rumah. Tapi kita tetap berpegang pada prinsip pencegahan dan penanggulangan Covid-19 supaya tidak timbul korban lain yang terpapar," katanya.

Selain itu, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY sendiri belum akan menutup akses dan tidak meminta pemudik yang masuk ke DIY untuk kembali. Meskipun pemudik tersebut datang dari zona merah.

Namun, pemudik yang datang akan akan dilakukan screening dan pemeriksaan ketat. Bahkan, Pemda DIY sendiri sudah mendirikan tiga posko untuk mengawasi dan memeriksa pendatang di wilayah perbatasan yakni satunya di Jalan Magelang, Kecamatan Tempel, satunya di perbatasan yang ada di Prambanan, Jalan Solo dan satu lainnya di Kulon Progo.

Ketua Sekretariat Gugus Tugas Penanganan Covid 19, Biwara Yuswantana mengatakan, screening dan pemeriksan ketat ini dilakukan selama 24 jam. Screening dalam hal ini melakukan pendataan dan cek suhu.

"Jadi didata dari mana dan akan kemana, cek suhu. Kalau suhunya melebihi ketentuan maka diarahkan ke fasilitas layanan kesehatan yang ada di dekatnya. Kalau ada gejala lebih lanjut seperti batuk akan dirujuk ke rumah sakit untuk menjaga mereka tidak membawa masuk virus dari luar ke DIY," ujarnya.

Biwara pun menyebut, kendaraan luar daerah yang masuk ke DIY sudah mulai menurun drastis. Hal ini dikarenakan adanya penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah lain.

Sehingga, membatasi pergerakan dan mengurangi kegiatan mudik. Tentunya, kata Biwara, hal ini menjadi keuntungan sendiri bagi DIY karena dapat mengurangi penyebaran virus Corona (Covid 19) yang berpotensi dibwa oleh pemudik yang masuk ke DIY.

"Laporan dari Dishub DIY, dari jam 08.00 WIB sampai 11.30 WIB itu mobil dengan plat polisi dari luar daerah yang masuk ke DIY hanya 10 kendaraan saja. Itu pun juga banyak kendaraan yang membawa barang," kata Biwara.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DIY, Tavip Agus Rayanto mengatakan, DIY masih melakukan pendekatan secara persuasif terhadap pemudik. Sehingga, tidak akan ada sanksi yang diberlakukan. Terlebih, DIY belum menerapkan PSBB. Tavip menyebut, sanksi diberlakukan hanya bagi daerah yang menerapkan PSBB seperti DKI Jakarta dan sekitarnya.

"Tidak ada istilah penutupan, tetapi yang dilakukan pemeriksaan. Karena kendaraan angkutan barang dan logistik itu dipastikan harus bisa tetap jalan. Artinya kita memperketat protap (prosedur tetap) pemeriksaan di perbatasan," kata Tavip.

Bahkan, pemudik yang datang ke DIY selama masa Covid 19 sudah mencapai 81 ribu orang. Jumlah tersebut merupakan tujuh persen dari total perantau yang ada di kawasan Jabodetabek.

"Selama dua pekan dari kereta api, pesawat, bis di empat terminal ada Terminal Giwangan, Wates, Jombor dan Gunungkidul itu sekitar 81 ribuan. Itu belum termasuk pendataan kendaraan pridadi," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement