REPUBLIKA.CO.ID,NEW DELHI -- Undang-undang (UU) Amendemen Kewarganegaraan yang disahkan tahun lalu oleh pemerintah India melanggar kebebasan beragama. UU tersebut menargetkan masyarakat Muslim.
Hal tersebut disampaikan Komisi Amerika Serikat (AS) untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) dalam laporan tahunan yang dirilis pada Selasa (28/4). Penilaian USCIRF terhadap UU Amendemen Kewarganegaraan India muncul dalam laporan tahunan badan yang diberi tugas memantau kebebasan beragama di luar negeri dan respons pemerintah AS terhadap mereka.
Seperti diketahui, UU Amendemen Kewarganegaraan India memutuskan orang-orang Hindu dan pemeluk agama minoritas dari negara-negara tetangga seperti Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan dapat dengan mudah menjadi warga negara India. Tapi menolak Muslim dari negara-negara tetangga untuk menjadi warga negara India.
USCIRF merekomendasikan Departemen Luar Negeri AS mencap India sebagai negara yang sangat memprihatinkan. Karena membiarkan pelanggaran berat kebebasan beragama. Ini menunjukkan keterlibatan pemerintah pusat India dalam menekan kebebasan beragama.
"Tentu saja konsekuensinya jutaan Muslim bisa ditahan dan deportasi, ketika pemerintah melengkapi daftar warga nasional yang direncanakan," kata Wakil Ketua USCIRF, Nadine Maenza, dilansir dari Pakistan Today, Rabu (29/4).
Laporan USCIRF setebal 104 halaman itu mencatat kemajuan dan kegagalan kebebasan beragama di 29 negara selama tahun 2019. Menteri Federal untuk Hak Asasi Manusia, Shireen Mazari menanggapi laporan itu.
"Akhirnya AS tidak dapat mengabaikan kenyataan kredo Hindu Hindiava Supremasi rasis dari pemerintah India," kata Shireen.