Kamis 30 Apr 2020 11:31 WIB

Diajak Suami Maksiat, Siapa yang Berdosa?

Jika dibantah, tak jarang suami berdalil tentang statusnya sebagai pemimpin

Pasangan suami istri.
Foto: Pixabay
Pasangan suami istri.

REPUBLIKA.CO.ID, Suami merupakan imam dalam rumah tangga. Dia memiliki tanggung jawab untuk menjadi pemimpin keluarga. Sebagai imam, suami bukan saja wajib menafkahi keluarganya dengan makanan dan sandang. Dia tak sekadar mengupayakan obat terbaik jika istrinya sakit.

Suami pun pun harus melindungi istrinya dari perbuatan yang dilarang Allah SWT. Ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT dalam surah at-Tahrim ayat 6. "Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu."

Meski demikian, ada kalanya perilaku negatif suami menunjukkan sebaliknya. Suami mengajak bahkan menyuruh istri untuk berbuat maksiat. Jika dibantah, tak jarang jika suami berdalil tentang statusnya sebagai pemimpin.

Rasulullah SAW memang mengajarkan jika sua mi adalah pemimpin. Dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Umar, Nabi SAW ber sabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin dan kelak akan dimintai pertang gung jawaban tentang kepemimpinannya dan laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga rumahnya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Meski demikian, si suami lupa jika ada kalimat bahwa dia akan dimintai pertanggungjawabannya. Syekh Yusuf Qaradhawi menjelaskan, saat istri berbuat maksiat atas ajakan suami, pihak pertama yang akan menanggung dosa adalah suami. Dia akan dimintai pertanggungjawaban karena alih-alih melindungi istri dari neraka, dia justru menjerumuskan istri ke jurang maksiat.

Istri pun tak lepas dari pihak yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski bukan imam, istri bukan juga robot yang disetel atau binatang yang dicocok hi dungnya. Dia adalah manusia yang memiliki akal dan kemauan. Dia bisa berkata "tidak". Lebih-lebih saat diajak melakukan perbuatan maksiat. Menurut Syekh Qaradhawi, kewajiban seorang istri untuk taat kepada suami gugur saat diminta berbuat maksiat.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Mendengar dan mematuhi merupakan kewajiban bagi orang Muslim, baik mengenai sesuatu yang ia sukai mau pun yang tidak ia sukai selama tidak di perintahkan kepada maksiat. Jika diperintahkan kepada maksiat, tidak wajib mende ngar dan tidak wajib menaati." (Muttafaq 'alaih).

Terlebih, Syekh Qaradhawi menjelaskan, jika suami hendak mengajaknya ke pesta yang penuh dengan minuman keras atau khamar. Istri wajib menolaknya meski akan menyebabkan terjadinya perceraian. Sebab, dia menjelaskan, ada pertentangan antara hak suami dengan hak Allah. Hak suami ialah untuk ditaati, sementara hak Allah ialah menolak maksiat. 

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement