REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Pemerintah Australia, melalui duta besarnya di Belanda, menyebut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) seharusnya tidak menginvestigasi dugaan kejahatan perang di Palestina. Sebab ia menilai Palestina bukanlah sebuah negara.
Australia mengatakan penyelidikan dugaan serangan terhadap warga sipil, penyiksaan, dan penggunaan perisai manusia harus dihentikan atas dasar yurisdiksi. "Posisi Australia jelas: Australia tidak mengakui 'Negara Palestina'. Dengan demikian, Australia tidak mengakui hak Palestina untuk ikut Statuta Roma," kata Duta Besar Australia untuk Belanda Matthew Neuhaus di Den Haag, dikutip laman The Guardian, Ahad (10/5).
Statuta Roma adalah traktat yang membentuk ICC. Ia diadopsi di sebuah konferensi diplomatik di Roma pada Juli 1998 dan diterapkan pada Juli 2002. ICC bertugas menyelidiki kejahatan genosida, agresi, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Australia berpendapat aksesi Palestina ke Statuta Roma pada 2015 tidak menjadikannya sebuah negara. Menurutnya penerimaan Sekretaris Jenderal PBB untuk aksesi tersebut merupakan tindakan administratif yang tidak memberikan status tertentu, termasuk status kenegaraan.
Namun kantor kejaksaan ICC telah menolak argumen Australia. Mereka mengatakan tidak secara resmi menentang hak Palestina untuk menjadi pihak di ICC sebelumnya.
Langkah Australia mengkritik upaya penyelidikan ICC di Palestina dianggap merupakan hasil lobi yang dilakukan Pemerintan Israel. Pada Februari lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada kabinetnya bahwa negara-negara sahabat telah menanggapi lobi yang dilakukan pemerintahannya terkait penyelidikan ICC.
Dia melabeli ICC sebagai instrumen politik dalam perang melawan Israel. "Saya ingin memuji Jerman, Australia, Austria, Brasil, Republik Ceko, Hongaria, dan Uganda, yang telah bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dalam sikap yang teguh bersama Israel," kata Netanyahu kala itu.
Pada Desember tahun lalu, Jaksa ICC Fatou Bensouda mengatakan akan meluncurkan penyelidikan penuh terhadap dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Dia mengaku tak perlu meminta persetujuan para hakim ICC untuk memulai proses tersebut.
"Saya yakin bahwa kejahatan perang telah atau sedang dilakukan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza," kata Bensouda dalam sebuah pernyataan.