Senin 11 May 2020 06:12 WIB

Hadapi Masa Krisis, Emirates Berencana Tambah Utang

Restriksi mobilisasi manusia menghancurkan perjalanan global.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Salah satu maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia, Emirates, berencana menambah utang untuk membantu arus kas perusahaan dalam menghadapi tekanan pandemi Covid-19.
Foto: Reuters
Salah satu maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia, Emirates, berencana menambah utang untuk membantu arus kas perusahaan dalam menghadapi tekanan pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Salah satu maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia, Emirates, berencana menambah utang untuk membantu arus kas perusahaan dalam menghadapi tekanan pandemi Covid-19. Perusahaan juga berencana mengambil langkah-langkah yang lebih signifikan karena harus menghadapi bulan-bulan paling sulit sepanjang sejarah.

Seperti dilansir Reuters, Senin (11/5), maskapai milik negara ini harus menangguhkan penerbangan penumpang reguler pada Maret. Restriksi mobilisasi manusia untuk menekan tingkat penyebaran virus Covid-19 telah menghancurkan permintaan perjalanan global.

Pada tahun fiskal 2019 yang berakhir 31 Maret, Emirates melaporkan kenaikan laba 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, perusahaan menyebutkan, pandemi Covid-19 telah mengganggu kinerja kuartal keempat hingga harus meningkatkan utang pada kuartal pertama untuk mengruangi dampak virus ke arus kas.

Namun, Emirates belum menyebutkan seberapa banyak peningkatan utang yang akan diambil pada tahun ini. "Pandemik Covid-19 akan berdampak besar pada kinerja 2020-2021 kami," tutur Direktur Emirates, Syekh Ahmed bin Saeed, dalam sebuah pernyataan.

Oleh karena itu, Syekh Ahmed menambahkan, pihaknya telah mengambil berbagai langkah manajemen yang agresif. Selain itu, terdapat langkah-langkah lain yang diperlukan untuk melindungi bisnis Emirates sembari merencanakan pembukaan bisnis apabila pandemi sudah mereda. Emirates memprediksi pemulihan di industri perjalanan setidaknya baru terjadi pada 18 bulan mendatang.

Dalam sebuah e-mail internal yang dikirim ke staf pada Ahad, Syekh Ahmed mengatakan, bulan-bulan mendatang akan menjadi masa paling sulit dalam sejarah 35 tahun Emirates. "Pada titik tertentu, apabila situasi bisnis tidak membaik, kita harus mengambil tindakan lebih tegas," katanya dalam pos-el yang dilihat Reuters.

Langkah yang sudah dilakukan Emirates Group, pemilik Emirates Airlines, adalah tidak membayar dividen tahunan kepada pemegang saham, yakni pemerintah Dubai. Pada Maret, Emirates juga sudah memotong gaji staf.

Wakil Presiden UEA sekaligus penguasa Dubai, Syekh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, menyebutkan, Emirates akan segera membaik dari krisis kesehatan saat ini dan menjadi pemimpin global dalam industri penerbangan. Pandangan ini disampaikannya dalam laporan tahunan Emirates Group yang dirilis pada Ahad.

Pada Maret, pemerintahan Dubai mengatakan telah menyuntikkan dana ke maskapai. Dukungan Dubai juga sudah ditekankan Emirates dalam laporan tahunannya yang menyebutkan pemerintahan akan mendukung secara finansial apabila memang dibutuhkan.

Emirates tercatat sudah menghasilkan laba 1,1 miliar dirham pada tahun fiskal 2019 yang berakhir 31 Maret. Nilai ini naik dari 871 juta dirham dibandingkan setahun sebelumnya. Namun, pendapatannya kontraksi 6,1 persen menjadi 92 miliar dirham karena jumlah penumpang yang dibawa turun 4,2 persen menjadi 56,2 juta.

Sampai saat ini, belum jelas kapan Emirates akan melanjutkan penerbangan secara normal. Pesaingnya, Qatar Airways, sudah menyampaikan rencana untuk kembali memulai jaringannya pada bulan ini. Sementara itu, Etihad Airways milik Abu Dhabi menargetkan melanjutkan penerbangan reguler pada Juni.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement