REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Arifin Tasrif menilai kewajiban divestasi sebesar 51 persen tak perlu dicantumkan di dalam Revisi UU Minerba. Sebab menurut dia, para pengusaha tambang perlu realistis dalam menentukan investasi.
Arifin menilai dampak Covid-19 akan sangat berdampak panjang khususnya dalam industri pertambangan. Maka, hal ini akan menjadi tantangan kedepannya.
"Kalau divestasi secara langsung sementara hilirisasi lebih besar butuhnya (investasi) dari pada power plant. bertahap waktunya dan kemampuan yang membeli sahamnya, nanti diatur dalam aturan turunannya," ujar Arifin, Senin (11/5).
Ia juga menjelaskan saat ini jika berbicara pertambangan maka perlu ada investor. Para investor menurut Arifin perlu melakukan waktu. Oleh karena itu, ia menilai divestasi bisa dilakukan secara bertahap.
"Usulan pemerintah Pasal 112 ayat 1 badan usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham 51 persen berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan atau badan usaha swasta nasional," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII sekaligus Ketua Panja RUU Minerba DPR RI Bambang Wuryanto menjelaskan, pemerintah sejak awal meminta agar ketentuan divestasi saham 51 persen tidak dimuat dalam RUU Minerba. Namun, hal itu ditolak seluruh fraksi.
Pemerintah, kata dia, saat ini melunak. Dia bilang, perusahaan tambang wajib melakukan divestasi tapi secara berjenjang.
"Jadi ini pemerintah minta angka 51 persen didrop dan sudah kita tolak dari awal. Dari sejak kita awal rapat pertama kali seluruh fraksi menolak, supaya clear. Ketika pengajuan harmonisasi sama meminta divestasi itu, dan semua fraksi menolak," ujarnya.