REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, sholat lima waktu dan wudhu sebelum sholat merupakan salah dua kewajiban yang dikenal dalam Islam. Erick merasa, kewajiban itu sebenarnya mengajarkan pentingnya disiplin dan bersih.
"Selain kita iqro, kedisiplinan dan kebersihan ini menjadi kunci," kata Erick ketika mengisi bincang-bincang daring Gebyar Ramadhan Mardliyyah yang digelar Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahad (10/5) malam.
Ia menilai, sebagai umat Islam sangat penting menerapkan prinsip kedisiplinan dan kebersihan tersebut dalam menjalani kehidupan. Saat membaca berita-berita negatif, misal, wajib bagi kita membersihkan hati dan membersihkan pikiran.
Jadi, kata Erick, jangan sampai kita setiap kali menerima informasi dimasuki emosi yang cuma akan menjebak. Seperti kewajiban jurnalis ketika menjalankan tugasnya, ia melihat, umat Islam diwajibkan pula melakukan cek dan ricek.
"Kita tahu di media itu ada check and re-check, sama, kita juga sebagai umat Islam harus disiplin mengecek karena itu menjadi bagian supaya kita juga bisa mawas diri," ujar Erick.
Kemudian, Erick mengungkapkan, orang tuanya kerap mengajarkan pentingnya ahlak yang baik dijadikan dasar ketika kita mengemban amanah. Sebab, dalam mengambil kebijakan, tidak berarti teori apapun jika tidak didasari ahlak.
Menurut Erick, prinsip itu pula yang terus coba dilakukannya dalam menahkodai Kementerian BUMN. Tujuannya, tidak lain mengembalikan BUMN sebagai perusahaan yang sehat, dan tentunya bisa memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara.
"Covid-19 ini sangat mengajari bangsa kita harus mulai berdikari, karena apa yang diajarkan Covid-19 ini salah satunya suplly chain yang terganggu, banyak negara mulai melindungi dirinya," kata Erick.
Terlebih, ia mengingatkan, Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang luar biasa besar. Bahkan, diperkirakan masuk 4/5 besar ekonomi dunia pada 2045 ketika Indonesia merasakan bonus demografinya.
"Sudah seharusnya kita juga mulai bisa membangun security kepada pangan, obat maupun energi, secara bertahap tentunya, dan kita yakini kita bisa kalau kita mau," ujar Erick.
Pada kesempatan itu, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno berpendapat, melalui pandemi ini masyarakat Indonesia mulai banyak menyerap pengetahuan. Hal itu disebabkan derasnya arus informasi yang dapat pula menjadi berkah tersendiri.
Namun, ia mengingatkan, tidak semua informasi-informasi yang kita terima sesuai dengan fakta yang ada. Pasalnya, tidak jarang yang justru meredar tidak lain merupakan kabar-kabar bohong atau hoaks.
"Masyarakat memerlukan penyaring, berdasarkan hemat saya penyaring tersebut adalah berpikir kritis," kata Pratikno.
Senada, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menekankan, berpikir kritis penting untuk memilih informasi. Seperti wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, iqro, masyarakat memang perlu membaca.
Termasuk, kata Alissa, membaca dinamika zaman melalui literatur-literatur untuk menyesuaikan diri dengan konteks situasi. Maka itu, selain masyarakat dapat merubah perilaku, ia berharap pemerintah turut menggencarkan edukasi.
"Pola pikir masyarakat harus diubah untuk menghentikan penyebaran pandemi ini, sekarang tinggal bagaimana cara pemerintah melakukannya," ujar Alissa.
Terkait itu, Rektor UGM, Panut Mulyono menambahkan, UGM sendiri telah ikut mengarahkan akademisi-akademisinya menyebarkan edukasi ke lapangan. Salah satunya dengan pembautan buku saku Covid-19 dalam beragam bahasa dan bentuk.
"Kami siap membanjiri arus informasi masyarakat dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat," kata Panut.