REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengajak masyarakat di Tanah Air untuk terus memberikan dukungan penuh bagi anak-anak pengidap lupus. Anak-anak tersebut membutuhkan pengobatan optimal serta memiliki kualitas hidup yang baik.
"Mari kita dukung anak penderita lupus bersama-sama agar juga memiliki masa depan yang sama dengan anak-anak yang bukan penderita lupus," kata Konsultan Alergi Imunologi Anak IDAI Dr Reni Ghrahani Dewi Majangsari saat diskusi daring "Mengenali Lupus Pada Anak" di Jakarta, Selasa.
Reni mengatakan, lupus merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga anak harus benar-benar mendapatkan pengobatan yang optimal di tempat yang tepat. Jika sudah mendapatkan pengobatan, maka programnya harus dijalankan dengan baik serta harus membentuk tim antara orang tua dan dokter.
Selain itu, bentuk dukungan yang diberikan tidak hanya dari orang tua, melainkan juga keluarga besar dan masyarakat sekitar sebab jika ada kesalahan pemahaman, akan berakibat buruk juga.
"Perlu dukungan sebab tidak semua orang memahami penyakit lupus, malah nanti dikatakan penyakit menular padahal sudah jelas ini autoimun," ujarnya.
Reni menjelaskan, penanganan lupus sangat memerlukan kerja sama banyak pihak. Dalam tim harus ada dokter dan melibatkan psikolog, fisioterapi, dokter rehabilitasi medis serta dokter-dokter lainnya untuk melihat komplikasi serta perkembangan dari terapi pengobatan yang telah diberikan.
Terkait upaya pengobatan, Reni mengatakan, hal itu dilakukan sesuai dengan derajat keparahan penderita serta organ tubuh yang terkena sehingga penanganan untuk setiap anak tidak akan sama. Bisa saja salah satu anak hanya mendapatkan obat, ada pula yang harus menjalankan protokol tertentu.
Secara umum orang dengan penyakit lupus (odapus) biasanya terlahir dengan potensi autoimun sehingga bila mendapatkan pengobatan yang baik, penderita akan mencapai suatu keadaan sembuh yang disebut remisi. Namun, jika suatu saat dia terkena pencetus dari faktor lingkungan (ultraviolet), faktor hormonal, dan sebagainya, maka penyakitnya bisa tercetus kembali.