REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Iman Sumarlan, S.IP, M.H.I (Direktur Pegiat Pendidikan Indonesia, Staf Pengajar UAD)
Saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah mengkaji pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 nanti. Jika kajian tersebut menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengaktifkan lagi kegiatan belajar mengajar di sekolah, ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah terkait dengan protokol kesehatan.
Di satu sisi, keputusan diaktifkannya lagi kegiatan belajar mengajar di sekolah tentu menjadi angin segar bagi dunia pendidikan. Bagaimanapun kegiatan pembelajaran akan lebih optimal jika dilakukan secara tatap muka antara guru dan peserta didik. Selain itu, melalui tatap muka secara langsung, interaksi antara guru dan peserta akan didik lebih intens daripada melalui media daring.
Di sisi lain, kebijakan pengaktifan kembali kegiatan pembelajaran di sekolah menuai sejumlah kekhawatiran. Beberapa pihak khawatir, dibukanya kembali kegiatan sekolah akan memicu meluasnya persebaran wabah Covid-19. Kekhawatiran ini dapat dimengerti mengingat Covid-19 terbukti sebagai momok yang menakutkan. Celakanya lagi, sampai detik ini belum ditemukan vaksin untuk Covid-19. WHO sendiri tidak dapat memastikan kapan vaksin tersebut berhasil dibuat.
Dua kenyataan di atas, membuat permasalahan ini menjadi begitu pelik. Jika kegiatan pembelajaran sekolah tidak segera dimulai, peserta didik akan menjadi korban. Harus diakui kegiatan pembelajaran daring yang berlangsung selama ini terbukti tidak optimal. Akan tetapi, jika sekolah dibuka kembali, kenyataanya Covid-19 belum benar-benar hilang. Permasalahan ini harus dipecahkan. Diperlukan langkah-langkah solutif agar permasalahan pelik ini dapat diuraikan.
Kita tidak tahu pasti kapan wabah Covid-19 akan berakhir. Jika pembukaan sekolah harus menunggu wabah Covid-19 hilang seratus persen, ini sama halnya menempatkan masa depan pendidikan Indonesia pada titik ketidakpastian. Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa ini. Jadi, bagaimana?
Mengingat kedudukannya yang begitu penting bagi generasi bangsa ini, pendidikan harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. Syaratnya, sekolah harus memastikan tidak terjadi penularan Covid-19. Oleh karena itu, sekolah harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat guna pencegahan Covid-19. Untuk menjalankan protokol dengan benar, sekolah harus melakukan persiapan jauh hari, setidaknya dua bulan sebelum kegiatan sekolah dilaksanakan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan ini.
Pertama, kesiapan sarana prasarana. Sekolah harus menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai dengan protokol penanggulangan Covid-19. Dari mana sumber dananya?
Jawaban dari pertanyaan di atas ada di Permendikbud No. 19 Tahun 2020. Dalam Pasal 9A ayat (1), sekolah diperbolehkan menggunakan dana BOS untuk membeli sarana dan prasarana untuk menjalankan protokol pencegahan Covid-19. Jadi ada payung hukum yang jelas bagi Kepala Sekolah untuk membelanjakan dana BOS guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sesuai dengan protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19.
Kedua, segera melakukan pelatihan pelaksanaan protokol kesehatan bagi warga sekolah. Pelatihan ini sangat penting mengingat saat ini banyak yang tidak memahami pelaksanaan protokol secara benar.
Misalnya dalam penggunaan masker. Masker seharusnya hanya digunakan selama empat jam, tetapi yang terjadi, masker digunakan berhari-hari. Untuk keperluan pelatihan, sekolah dapat mendatangkan narasumber tenaga medis dari instansi terdekat. Tentu saja pelatihan ini membutuhkan waktu tersendiri. Inilah alasan mengapa sekolah harus melakukan persiapan jauh-jauh hari.
Dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat, kegiatan pembelajaran di sekolah dapat terus berjalan tanpa khawatir terjadi penularan Covid-19. Protokol kesehatan ini harus terus dilakukan sampai wabah Covid-19 benar-benar dinyatakan hilang.