REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Asal usul kehidupan manusia dalam suatu wilayah selalu menarik untuk ditelusuri. Hal itu pun dilakukan oleh Chinese Academy of Sciences. Akademi itu pun telah melakukan penelitian soal sejarah kehidupan orang Asia Timur.
Dilansir dari Xinhua Net pada Ahad (17/5), penelitian kronologi genom telah mengungkap pembauran manusia purba di Asia Timur. Temuan ini pun menunjukan bahwa pergerakan populasi memiliki peran signifikan dalam sejarah genetik di wilayah itu.
Penelitian ini dilakukan lewat pendalaman deoxyribonucleic acid (DNA) dalam 25 jenazah manusia purba. DNA itu diambil dari manusia purba di wilayah Cina yang hidup pada tahun 300 tahun hingga 9.500 tahun yang lalu.
Dari situ, peneliti pun mengungkap bahwa secara genetik manusia Asia Timur Neolitik awal cenderung berbeda satu sama lain. Kondisi ini ternyata tidak sama dengan kondisi orang Asia Timur saat ini.
Pada masa itu, genetika manusia terbagi menjadi dua yakni leluhur utara dan leluhur selatan. Kebanyakan, leluhur utara hidup di sekitar Sungai Kuning sedangkan leluhur selatan tinggal di pesisir selatan Cina.
Sementara, kondisi genetik orang Asia Timur saat ini ternyata lebih didominasi oleh genetik dari leluhur utara. Artinya, leluhur utara ternyata memiliki peran yang lebih besar dalam pencampuran genetik. Mengingat, setelah masa neolitikum sempat terjadi pergerakan populasi dari utara ke selatan.
Meski demikian, leluhur selatan juga ternyata memiliki peran dalam pencampuran genetik. Tapi ternyata, peranya ditemukan di daerah lain. Penelitian ini pun mengungkap bahwa leluhur selatan memiliki peran dalam pencampuran genetik di Asia Tenggara dan di wilayah Southwest Pacific dan kini hadir lewat suku Austronesia.
Hal ini pun diperkuat dengan penggunan bahasa dalam rumpun Austronesia. Mengingat, keluarga bahasa yang digunakan adalah bahasa yang digunakan di Madagaskar, Semenanjung Malaya, Kepulauan Hawaii dan Kepulauan Pasifik.