Kamis 21 May 2020 09:42 WIB

Tim NBA Bakal Terlibat Studi Antibodi COVID-19

Kami mempelajari penyakit ini. Dalam dua bulan terakhir banyak yang kami pelajari

Sejumlah guru dan pelatih olah raga menggiring bola basket saat Pelatihan basket Jr. NBA, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2020).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Sejumlah guru dan pelatih olah raga menggiring bola basket saat Pelatihan basket Jr. NBA, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, MINNESOTA — Tim-tim NBA bakal terlibat dalam studi terkait antibodi COVID-19 yang dipimpin oleh Minnesota Timberwolves dan pusat pendidikan medis Mayo Clinic, Rochester, Minnesota.

Studi itu bertujuan untuk mengetahui persentase pemain, pelatih, eksekutif serta staf tim-tim NBA yang sudah memiliki antibodi terhadap virus corona jenis baru, demikian dilaporkan ESPN, Rabu (20/5) waktu setempat.

Dr. Robby Sikka, ahli obat dan teknologi yang dipekerjakan Timberwolves sejak 2019 untuk optimalisasi kesehatan pemain mereka, dipercaya bakal memimpin studi tersebut.

"Kami mempelajari penyakit ini. Dalam dua bulan terakhir banyak yang kami pelajari," kata Sikka.

"Jika dalam dua bulan ke depan, kami mempelajari lebih lanjut, memitigasi risikonya, maka kita semua akan bergerak lebih cepat mengetahui kapan waktu yang cukup aman untuk kembali bertanding," ujarnya menambahkan.

Tim-tim NBA belakangan mulai membuka fasilitas latihan mereka, tetapi jajaran petinggi liga masih terus mencari cara paling aman untuk beraktivitas dan memitigasi risiko ketertualaran di antara pemain dan pelatih.

Studi yang dipimpin Sikka dan Timberwolves itu diharapkan bisa rampung pada Juni.

Sebelumnya, pada pertengahan April, Universitas Stanford sudah menjalankan studi serupa di antara para pekerja di liga bisbol Amerika Serikat, Major League Baseball (MLB).

Studi itu menemukan hanya 0,7 persen dari populasi sampel tersebut yang sudah positif memiliki antibodi COVID-19.

Pandemi COVID-19 sudah memakan korban di kalangan pebasket NBA, termasuk ibu dari bintang Timberwolves Karl-Athony Towns, yang meninggal karena mengidap penyakit itu pada 13 April.

Sebelum ibunya meninggal, Towns sudah mendonasikan 100 ribu dolar AS untuk membantu Sikka dan koleganya di Mayo Clinic menjalankan riset terkati COVID-19.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement