REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Sedangkan, penerjemahan Alquran secara lengkap pertama kali dilakukan pada 884 M di Alwar (Sindh, India sekarang bagian dari Pakistan). Terjemahan Alquran tersebut, sebagaimana dikutip dari laman Wikipedia, dibuat atas perintah Khalifah Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz. Saat itu, penguasa Hindu Raja Mehruk memohon agar kitab suci umat Islam itu diterjemahkan.
Sebuah terjemahan Alquran berbahasa Persia dari abad ke-11 M juga telah ditemukan. Namun, hingga saat ini tidak diketahui siapa pemilik karya terjemahan yang diberi judul Qur'an Quds ini. Afnan menambahkan, seorang cendekiawan terkemuka Shah Waliullah juga pernah menerjemahkan Alquran secara lengkap ke dalam bahasa Persia.
Sedangkan, Syekh Rafiuddin dan Syekh Abdul Qadir menerjemahkan Alquran secara lengkap ke dalam bahasa Urdu. Pada 1936, barulah terdapat terjemahan Alquran ke dalam 102 bahasa yang ada di dunia, papar Afnan.
Syekh Salum memaparkan, Alquran telah diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa dan disusul ke dalam bahasa bangsa-bangsa Asia. Namun, kata dia, sangat disayangkan masih adanya perbedaan antara terjemahan Alquran di negara-negara Asia dan Eropa.
Perbedaan tersebut terjadi karena di Eropa banyak terjadi distorsi, baik berupa penambahan ataupun pengurangan. Selain itu, orang-orang Eropa menganggap Alquran sebagai teks biasa, tidak sama dengan orang-orang Asia yang sangat menjunjung tinggi kesucian Alquran, tutur Syekh Salum.
Penerjemahan Alquran ke berbagai bahasa Afrika, ungkap Salum, baru dilakukan pada saat para penjajah Barat datang ke benua hitam itu. Yang melatarbelakangi upaya penerjemahan tersebut, kata dia, adanya desakan dan permintaan kaum Muslimin Afrika karena kebutuhan yang mereka rasakan.
Dibukukan
Upaya pembukuan karya terjemahan Alquran mulai dilakukan oleh orang-orang Eropa pada abad ke-12 M. Adalah Kepala biara Gereja Cluny, Petrus Agung atau Peter The Venerable asal Prancis, menurut el-Hurr dalam tulisannya yang berjudul "Barat dan Alquran: Antara Ilmu dan Tendensi", yang pertama kali menerjemahkan Alquran secara tertulis pada 1143 M.
Dibantu seorang teolog abad pertengahan berkebangsaan Inggris, Robertus Ketenensis atau juga dikenal dengan nama Robert dari Ketton, dan Hermannus Dalmatin atau juga dikenal dengan nama Herman dari Carinthia, Petrus Agung kemudian menerjemahkan teks Alquran ke dalam bahasa Latin yang diberi judul 'Lex Mahumet Pseudoprophete'.
Menurut el-Hurr, Petrus Agung menerjemahkan Alquran untuk mendapatkan pengetahuan tentang kitab suci umat Islam yang pada zamannya menjadi agama yang berkembang pesat di Andalusia, Spanyol. Salinan terjemahan tersebut sekitar empat abad lamanya hanya dimiliki oleh pihak gereja untuk dipelajari dan tidak diizinkan dicetak di luar gereja dengan alasan supaya umat Kristen tidak mempunyai kesempatan mempelajari Alquran terjemahan tersebut, hingga tidak akan ada penganut Kristen yang murtad dari agamanya.
Pertengahan abad ke-16 M, tepatnya 1543, di bawah pengawasan seorang berkebangsaan Swiss bernama Theodor Bibliander, terjemahan ini kemudian dicetak ulang untuk pertama kalinya. Pada 1550, untuk kedua kalinya terjemahan Alquran ini dicetak ke dalam tiga jilid, meskipun terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan yang tidak sedikit dalam terjemahan karya Petrus itu.
Meski begitu, terjemahan Alquran karya Petrus tersebut dapat diterima oleh bangsa Eropa, dan dalam waktu singkat menyebar luas di tengah-tengah masyarakat non-Muslim.