Selasa 26 May 2020 06:18 WIB

Sangat Penting,  Profil Guru Penggerak Karakter

Penguatan karakter menjadi muara dari semua kegiatan pendidikan.

Zulfikri Anas.
Foto: Dok IB
Zulfikri Anas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Sebagai penyelenggara pendidikan, tidak mudah  untuk mendapatkan guru yang benar-benar menyadari keberadaan dan perannya sebagai pendidik. Para pelamar yang datang dengan membawa sejumlah atribut prestasi selama masih kuliah, namun jarang yang menyadari sepenuhnya amanah sebagai prinsip utama dalam pendidikan. Pendidikan adalah jalan menuju manusia yang sesungguhnya (education to be a human).  Untuk itu, para pendidiknya tidak cukup hanya bermodalkan pengetahuan dan ketrampilan, dan yang lebih penting lagi dia hadir sebegai pembela kemanusiaan, bukan pembela konten kurikulum atau pembela administrasi seperti umumnya terjadi. Dilihat dari tiga aspek pendidikan, ilmu pengetahuan sebagai konten kurikulum, kelengkapan adminitrasi, dan peserta didik, maka dalam pendidikan yang benar-benar mendidik, fokus utamanya adalah pada peserta didik sebagai manusia, smentara konten kurikulum dan perangkat administrasi sebagai alat (tools).

Demikian antara lain kesimpulan diskusi persiapan penyusunan profil guru penggerak karakter yang digagas oleh Indonesia Emas Institute, Spirit Media Edukasi, dan LPSDM Bina Putera, Serang Banten di Jakarta belum lama ini. Diskusi itu melibatkan  Akhmad Supriyatna dari Spirit Media Edukasi, Zulfikri Anas (Indonesia Emas Institute),  Afrizal Sinaro (Indonesia Emas Institute), dan  Wawan Setiyawan (LPPSDM Binaputera).  

“Penyusunan profil guru penggerak karakter ini merupakan langkah persiapan untuk menyiapkan pelatihan profesional yang benar-benar berorientasi kepada perwujudan sosok pendidik yang bermutu, yaitu sosok guru yang memiliki keyakinan penuh bahwa kehadirannya mampu menginspirasi setiap peserta didik untuk menyadari keberadaannya sebagai manusia yang sempurna atau insan kamil,” kata Zulfikri Anas dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Ia menambahkan, setiap individu, tanpa kecuali adalah pembawa amanah, penyelesai masalah, dan penyelamat kehidupan. Agar sukses menjalankan amanah tersebut, kepada setiap individu dibekalkan potensi unik, akal, rasa, dan nurani. Semua potensi dan kekuatan itu disempurnakan melalui kekuatan positif dan kekuatan negatif agar manusia senantiasa mampu meningkatkan kualitas pribadinya sebagai manusia. 

Dengan demikian, kata dia, nilai-nilai karakter pembawa sifat-sifat kemanusiaan seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, rasa ingin tahu, kemandirian, kreativitas, produktivitas dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya sudah tertanam dalam diri manusia. Itulah fitrah.

Zulfikri menegaskan, penguatan karakter menjadi muara dari semua kegiatan pendidikan. Posisi semua ilmu-ilmu dasar sebagai alat, bukan tujuan.  Artinya, materi pelajaran yang diturunkan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan merupakan katalisator yang mempercepat proses penguatan karakter. “Untuk itu, dalam proses penguatan karakter, para penggerak (guru) harus menyadari dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki daya untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia yang berkarakter,” ujarnya.

Cara yang dilakukan bukan dengan mengajarkan teori atau doktrin, tapi melalui pengondisian yang dilakukan secara konsisiten dalam setiap aktivitas mulai dari dalam pembelajaran di kelas, lalu kaitkan dengan aktivitas di luar kelas, keluarga, dan lingkungan. Hal ini dilakukan melalui dua cara, yaitu: guru mengamalkan semua nilai pembentuk perilaku karakter dalam kehidupannya, sehingga ia bisa menjadi contoh bagi seluruh peserta didik. 

“Kedua, guru melakukan pengondisian agar nilai-nilai tersebut diamalkan seluruh peserta didik. Pengkondisian dilakukan melalui berbagai jenis kegiatan pembelajaran di kelas, sekolah, di rumah, dalam kegiatan bermain, dan di masyarakat,” paparnya. 

photo
Suasana proses belajar mengajar di kelas. (Foto Ilustrasi) (Agung Supriyanto/Republika)

Hal ini, kata Zulfikri, sejalan dengan filosofi akar kata pendidikan, yaitu “educere”  (bahasa Latin) yang berarti mengeluarkan dan menuntun. Maka, pendidikan pada intinya adalah upaya menuntun agar potensi yang bersemayam dalam diri peserta didik keluar dan berkembang menjadi kompetensi. “Dengan demikian, makna pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada setiap anak (tanpa syarat apapun) agar kekuatan-kekuatan yang tersembunyi dalam diri setiap anak dapat dikeluarkan, dikembangkan, dan diberdayakan sehingga anak menjadi semakin siap,tangguh, dan matang dalam menghadapi persoalan kehidupan,” tuturnya.

Proses pematangan itu berlangsung tanpa jeda. Ia berkembang sejalan dengan pengalaman yang dilalui. Setiap  fase berjalan seiring dengan nafas dan keberadaannya sebagai manusia, setiap perkembangan  langsung dimanfaatkan dalam kehidupan. “Pendekatan ini disebut dengan PSAD Pahami, Sadari atau Yakini, Amalkan, dan Deklarasikan),”  ujarnya.

Ia menjelaskan, pahami artinya menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak mengenal, mengetahui, mengerti, memaklumi, perlunya nilai  dalam menjalani kehidupan. Sadari artinya menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak meyakini, menginsyafi, dan menyadari bahwa nilai-nilai karakter membawa kebaikan bagi dirinya pribadi maupun orang lain dan lingkungan.

Amalkan artinya menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak terbiasa menerapkan perilaku baik sesuai dengan nilai-nilai karakter secara konsisten di manapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. “Deklarasikan artinya, menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak berani menyatakan dirinya sebagai orang yang konsisten berperilak baik sesuai nilai-nilai karakter menjadi teladan, dan aktif mengampanyekan pentingnya perilaku berkarakter bagi dirinya, teman, masyarakat dan lingkungan. Semua proses ini merupakan satu kesatuan dan bersifat kontinu,” paparnya.

Zulfikri menamahkan, diskusi itu juga menyimpulkan, sasaran utama pendekatan ini adalah mengondisikan agar guru sebagai penggerak penguatan karakter  meyakini dan menyadari, serta menerapkan secara konsisten  perilaku berkarakter di manapun dan dalam kondisi apapun. “Melalui cara ini diharapkan guru mampu mengondisikan pembelajaran yang bermakna dan menggugah kesadaran serta menguatkan keyakinan setiap peserta didik bahwa perilaku berkarakter (akhlak mulia) adalah perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kebahagiaan dirinya, sahabat, keluarga dan lingkungannya,”  tuturnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement