REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Polisi anti huru-hara Hong Kong melepaskan tembakan peluru cabai untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menggelar demonstrasi di tengah kota. Demonstran memprotes undang-undang keamanan yang diajukan Beijing.
Ketegangan meningkat ketika pasukan polisi anti huru hara yang berjaga di Gedung Legislatif Hong Kong yang ingin berkumpul di sana. Saat ini, parlemen sedang membahas rancangan undang-undang yang dapat mengkriminalisasi lagu kebangsaan China.
Marah atas undang-undang yang mereka anggap dapat mengancam kebebasan di Hong Kong, pengunjuk rasa pun turun ke jalan. Beberapa orang memakai baju hitam, memakai baju kantor dan sejumlah demonstran membunyikan wajah mereka di balik payung warna hitam seperti demonstrasi-demonstrasi tahun lalu.
"Walaupun di dalam hati Anda takut, Anda harus berbicara," kata seorang karyawan Chang, Rabu (27/5).
Chang yang berusia 29 tahun turun ke jalan mengenakan baju hitam-hitam dan helm. Ia juga menyiapkan kaca mata pelindung di dalam tas punggungnya.
Banyak toko-toko, bank-bank, dan kantor tutup lebih awal. Polisi terlihat membariskan orang-orang dan menggeledah mereka.
Polisi mengatakan mereka telah menangkap 16 orang yang berusia antara 14 sampai 40 tahun. Penangkapan mereka dilakukan dengan berbagai alasan mulai dari kepemilikan senjata yang mengancam hingga berkendaraan secara berbahaya.
Pengunjuk rasa di mal pusat kota berteriak 'Bebaskan Hong Kong! Revolusi di Masa Kami!' dan 'Kemerdekaan Hong Kong, Satu-satunya cara untuk keluar'. Mereka bubar saat salah seorang yang bertugas mengintai kehadiran polisi berteriak 'pergi belanja'.
Salah seorang pengunjuk rasa terlihat memegang spanduk bertuliskan 'satu negara, dua sistem itu bohong'. Ketika Inggris menyerahkan kembali Hong Kong ke China pada tahun 1997, Negeri Tirai Bambu mengizinkan kota itu memerintah diri sendiri.
"Saya takut, jika Anda tidak keluar hari ini, Anda tidak akan bisa keluar lagi, undang-undang ini berdampak langsung pada kami," kata Ryan Tsang, manager hotel yang juga turun ke jalan.