Kamis 28 May 2020 13:15 WIB

Pandangan Ketum PP Muhammadiyah Soal New Normal Rumah Ibadah

Ketum PP Muhammadiyah menyampaikan pandangannya soal new normal tempat ibadah.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Ketum PP Muhammadiyah menyampaikan pandangannya soal new normal tempat ibadah.. Foto: Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.
Foto: Dokumen.
Ketum PP Muhammadiyah menyampaikan pandangannya soal new normal tempat ibadah.. Foto: Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wacana penerapan kebijakan new normal memicu pro dan kontra. Sebelumnya, kerancuan antara relaksasi tempat-tempat publik dengan penerapan sosial berskala besar (PSBB) seolah menjadi pertanyaan yang belum terjawab tuntas mengingat pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) masih berlangsung.

Di masa PSBB, umat Islam sedari awal telah diimbau untuk melakukan ibadah di rumah. Atau beribadah di masjid bagi wilayah-wilayah berzona hijau dengan protokol kesehatan yang ketat. Melewati Ramadhan satu bulan penuh tanpa berdekatan dengan masjid menjadi bumbu-bumbu yang seolah hilang dari cita rasa Ramadhan 2020 bagi umat Muslim.

Namun semua itu tetap sekeras tenaga dijalani demi menekan penyebaran pandemi Covid-19 yang lebih meluas. Namun di sisi lain, pemerintah justru mulai merelaksasi tempat-tempat publik dan juga mal sementara masjid belum kunjung dibuka.

“Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jamaah,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (28/5).

Berbagai permintaan dan pernyataan pemerintah tentang new normal akhir-akhir ini pun dinilai menimbulkan tanda tanya dan kebingungan di masyarakat. Di satu sisi pemerintah masih memberlakukan PSBB namun di sisi lain menyampaikan pemberlakuan relaksasi.

Kesimpangsiuran ini pun disebut kerap menjadi sumber ketegangan aparat-aparat dengan rakyat. Bahkan, kata dia, demi melaksanakan aturan tersebut kadang sebagaian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan. Maka itu Haedar berpendapat, diperlukan penjelasan dari pemerintah terkait kebijakan new normal yang akan diterapkan.

Sebab sedari awal organisasi masyarakat (ormas) keagamaan secara konsisten melaksanakan ibadah dari rumah sedari awal. Yang mana hal itu tidaklah mudah keadaannya di lapangan bagi umat maupun ormas itu sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan wabah Covid-19.

Terlebih menurutnya, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Untuk itu pihaknya mempertanyakan dasar kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melonggarkan aturan PSBB dan mulai mewacanakan new normal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement