Senin 01 Jun 2020 11:56 WIB

Pancasila dan Gotong Royong Berskala Besar

Gotong Royong Berskala Besar

Foto udara Masjid Raya Baiturrahman yang berada di pusat kota Banda Aceh, Aceh, Kamis (14/5/2020). Masjid Raya Baiturrahman yang memiliki lima kubah yang melambangkan rukun Islam sekaligus dasar negara Pancasila itu merupakan destinasi wisata religi dan ikon kota Banda Aceh, termasuk  salah satu masjid tertua dan termegah di Asia yang dibangun abad 16 pada masa Kerajaan Sultan Iskandar Muda
Foto: Antara/Ampelsa
Foto udara Masjid Raya Baiturrahman yang berada di pusat kota Banda Aceh, Aceh, Kamis (14/5/2020). Masjid Raya Baiturrahman yang memiliki lima kubah yang melambangkan rukun Islam sekaligus dasar negara Pancasila itu merupakan destinasi wisata religi dan ikon kota Banda Aceh, termasuk salah satu masjid tertua dan termegah di Asia yang dibangun abad 16 pada masa Kerajaan Sultan Iskandar Muda

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Sekretaris LDK PP Muhammadiyah dan Dosen FEB UHAMKA

Hari ini 75 tahun yang lalu, tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), Soekarno memberikan gagasan pondasi Indonesia merdeka dengan landasan Pancasila. Isinya ialah : kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

“Bilangan lima itu, saya boleh peras sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah ‘perasan’ yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan sosio-nationalisme”, ujar Soekarno..

Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek-economische demokratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: sosio-nationalisme, sosio-demokratie, dan ketuhanan.

Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini.Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. “Apakah yang satu itu?”. Gotong Royong.

“Gotong Royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe.

Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama!. Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama.

Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!. Prinsip Gotong Royong diatara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia”.

Cuplikan pidato Bung Karno dihadapan peserta sidang BPUPK tersebut, menggambarkan bagaimana Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dijelaskan dengan terang benderang. Sehingga membuat peserta sidang memahami dan menerimanya secara aklamasi. Diksi gotong royong sebagai eka sila yang merupakan gabungan dari lima sila dalam Pancasila, sesungguhnya telah  mengakar dan mendarang daging dalam jiwa dan semangat rakyat dan bangsa Indonesia dari dulu hingga sekarang.

Sekarang, ketika bangsa Indonesia dan juga bangsa-bangsa di dunia dihadapkan pada musuh bersama, yakni wabah Covid-19, maka gotong royong berskala besar sangat diperlukan. Banyak data dan fakta membuktikan bahwa gotong royong menjadi modal sosial yang kuat dan terus dibutuhkan di tengah masa pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir.

Hal Itu juga diakui Shane Preuess dalam artikel berjudul Indonesia and Covid-19: What the World Missing dalam The Diplomat (24/4/2020) ; ”Rakyat Indonesia memiliki keyakinan bersama dan rasa tanggungjawab untuk  menghadapi Covid-19, itu sesuatu yang harus disorot”, tulisnya

Semua itu tidak terlepas dari pemikiran para pendiri bangsa. Bung Hatta dalam buku Pancasila Kekuatan Pembebas (2012,) mengutarakan pandangannya tentang masyarakat desa dengan tradisi yang mengedepankan aspek solidaritas dan saling membantu melalui kegiatan gotong royong. Begitupun Bung Karno menekankan ikatan masyarakat desa terjadi karena hubungan persaudaraaan, bukan sebuah kontrak sosial.

Menurut survei Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index tahun 2018, menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling dermawan di dunia dengan skor 59 persen. Berdasarkan buku A Global View of Giving Trends, yang dipublikasikan pada Oktober 2018, skor Indonesia untuk membantu orang lain sebesar 46 persen, berdonasi materi 78 persen, dan melakukan kegiatan sukarelawan 53 persen.

Survei terbaru dari AC Nielson, sebagaimana disampaikan Ekonom Adiwarman Karim saat Webinar Hijrah Ekonomi Pasca Covid-19 (15/5), diantara perilaku yang paling banyak dilakukan masyarakat saat terjadi wabah korona adalah donasi. Hal ini juga diperkuat data Legatum Properity Index tahun 2019, yang menempatkan Indonesia berada di peringkat kelima dari 167 negara dengan modal sosial tertinggi di dunia.

Pada era new ritual ini, beberapa fakta menarik menunjukan banyak masyarakat yang berdonasi antara lain dengan cara memesan makanan melalui aplikasi ojol, kemudian makanan tersebut diberikan kepada tukang ojol atau kepada yang membutuhkan, baik pribadi maupun institusi seperti panti asuhan. Sehingga donasi tetap jalan; tukang ojol dapat order, penjual makanan laku, masyarakat yang membutuhkan terbantu, donatur dapat pahala kebaikan serta aman dari penularan Covid-19.

Petani di Indramayu bekerjasama dengan Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan dan Tani Center IPB University membuat program beli satu beri satu (buy one give one). Di Sleman, masyarakat menyediakan tempat untuk penitipan dan pengambilan bahan makanan bagi yang membutuhkan, dengan mengambil secukupnya. Di Semarang, warga menyediakan lumbung pangan dengan membuat dapur umum, yang menerima donasi uang dan bahan makanan serta memberikan makanan siap saji kepada warga yang membutuhkan melalui program jogo tonggo.

Beberapa contoh kearifan lokal tersebut menjadi bukti bahwa pada hekekatnya masyarakat kita memang gemar berdonasi apalagi saat musim pandemi seperti sekarang ini. Baik melalui pikiran, waktu, tenaga, maupun harta. Tak hanya itu, kesadaran untuk menolak bantuan sosial dari Pemerintah karena merasa cukup dan masih ada orang lain yang lebih membutuhkan, juga terjadi di beberapa daerah.

Dengan demikian, sesungguhnya gotong royong sebagai ideologi Pancasila telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Maka tugas kita semua, khususnya para pemimpin bangsa untuk mengelola dan menjaganya. Sehingga tetap lestari sekalipun saat pandemi. Selamat Hari Lahir Pancasila.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement