REPUBLIKA.CO.ID, ACEH BESAR -- Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menyebutkan realisasi penggunaan belanja tidak terduga (BTT) untuk pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 di daerah setempat sebesar Rp 28,4 miliar. Sementara total anggaran refocusing Covid-19 hingga akhir tahun mencapai Rp 47 miliar.
Sekretaris Daerah Kabupaten(Sekdakab) Aceh Besar Iskandar di Aceh Besar, Senin (1/6), menjelaskan bahwa anggaran tersebut untuk belanja kesehatan serta dampak ekonomi dan sosial untuk penanganan Covid-19.
“Anggaran tersebut merupakan hasil refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Tahun 2020 sebesar Rp 47 miliar,” katanya.
Iskandar yang juga Kepala Sekretariat Tim Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Aceh Besar mengatakan bahwa realisasi penggunaan dana tersebut sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid-19 yang dibagi menjadi tiga bidang.
Ia menyebutkan ketiga bidang tersebut meliputi penanganan kesehatan sebesar Rp17.791.277.100 yang digunakan antara lain untuk kegiatan penyedian alat pelindung diri (APD), rapid test, obat-obatan, sosialisasi, penyemprotan, tenaga medis, dan rehab RSUD.
Berikutnya, peralatan kesehatan di Rumah Sakit, biaya patroli bersama, pembentukan pos perbatasan, dan penyediaan ruang isolasi mandiri di setiap kecamatan.
Selanjutnya, untuk bidang penanganan dampak ekonomi sebesar Rp 7.350.196.500 yang telah digunakan, antara lain untuk stabilisasi dan ketahanan pangan (bajak sawah dan bibit), insentif untuk UKM, dan pasar murah.
Untuk bidang jaring pengamanan sosial sebesar Rp 3.346.025.000 digunakan, antara lain untuk penyedian bantuan sembako kepada masyarakat miskin.
Iskandar mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan laporan penggunaan BTT kepada pimpinan DPRK Aceh Besar, Kementerian Dalam Negeri, BPKP Perwakilan Aceh, dan KPK RI.
Untuk ruang isolasi mandiri (sesuai dengan protokol kesehatan/pencegahan penyebaran Covid-19) pada setiap kecamatan dipersiapkan untuk menampung setiap orang atau masyarakat yang baru datang dari luar Aceh atau daerah yang sudah pandemi/zona merah Covid-19.
“Ruangan tersebut disiapkan sebagai tempat isolasi secara mandiri apabila ada gampong atau desa yang belum ada persiapan ruangan,” kata Iskandar.
Sementara itu, Ketua Umum PMI Aceh Besar melalui Sekum PMI Aceh Besar Rahmawati menerangkan masker label PMI tersebut pengadaan dari masing-masing sukarelawan, bukan menggunakan anggaran daerah. Hal itu merupakan atribut dari sukarelawan PMI yang bersumber dari dana pribadi mereka.
Selain dari pribadi sukarelawan, PMI Aceh Besar juga mendapatkan donasi dari Bank Aceh Syariah, PDAM Tirta Mountala, dan Ketua DPRK. “Masker PMI hanya untuk sukarelawan yang bertugas ke lapangan sebagai bagian dari atribut organisasi, seperti rompi dan baju lapangan,” demikian Rahmawati.