REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Obat Eropa (EMA) mengumumkan telah menyetujui vaksin Ebola untuk pencegahan penyakit virus Ebola yang disebabkan oleh spesies virus Ebola Zaire. Vaksin ini diajukan dalam dua dosis yakni, Zabdeno (Ad26.ZEBOV) dan Mvabea (MVA-BN-Filo).
Tujuan dari pendekatan vaksinasi dua dosis ini adalah untuk menginduksi kekebalan jangka panjang terhadap Penyakit Virus Ebola (EVD) yang mematikan. Johnson & Johnson melalui perusahaan farmasinya, Janssen, mengatakan bahwa mereka menerima respons positif dari Komite Produk Obat untuk Penggunaan Manusia (CHMP) Eropa pada 29 Mei 2020.
Ini merupakan kabar baik untuk Republik Demokratik Kongo (DRC) di Afrika Tengah yang saat ini kembali dilanda virus Ebola. Rejimen vaksin Ebola yang dikembangkan perusahaan farmasi Janssen secara khusus dirancang untuk mendukung vaksinasi preventif di negara-negara yang berisiko wabah Ebola Serta untuk kelompok berisiko lainnya seperti petugas kesehatan.
Sampai saat ini, ada 60 ribu orang telah divaksinasi dengan vaksin Ebola. Studi Fase 1 yang disponsori Janssen telah dilaporkan dalam jurnal peer-review, termasuk JAMA dan Journal of Infectious Diseases. Sementara itu, data Fase 1, 2 dan 3 telah dipresentasikan pada Kongres Eropa Mikrobiologi Klinis & Penyakit Menular (ECCMID) 2019.
Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa rejimen vaksin ditoleransi dengan baik, menginduksi respons kekebalan yang kuat dan tahan lama terhadap jenis virus Ebola Zaire.
Pada bulan Mei 2019, Kelompok Ahli Penasihat Strategis WHO (SAGE) tentang imunisasi merekomendasikan penggunaan rejimen vaksin Ebola yang dikembangkan Janssen sebagai bagian dari upaya untuk menahan wabah kali ke 10 di DRC.
Lebih dari 50 ribu orang divaksinasi dalam wabah Ebola yang muncul di DRC untuk kali ke-11 dan di Rwanda untuk kali ke-12. Dosis pertama dapat menggunakan vaksin Ad26.ZEBOV. Dosis kedua dengan vaksin MVA-BN-Filo diberikan sekitar delapan pekan kemudian.
Rejimen vaksin Ebola investigasi preventif keluaran Janssen (Ad26.ZEBOV dan MVA-BN-Filo) menggunakan strategi vektor virus, di mana virus dalam hal ini adenovirus serotipe 26 (Ad26) dan Modified Vaccinia Virus Ankara (MVA) dimodifikasi secara genetik sehingga mereka tidak dapat mereplikasi dalam sel manusia. Selain itu, vektor-vektor ini dimodifikasi untuk membawa kode genetik protein virus Ebola dengan aman untuk memicu respons kekebalan.
"Rejimen vaksin Ebola investigasi kami disetujui oleh Komisi Eropa, ini akan menjadi persetujuan vaksin pertama Janssen dan sebuah langkah maju yang penting dalam upaya kami untuk membantu melindungi orang yang berisiko terhadap Penyakit Virus Ebola," ungkap Kepala Area Terapi Global, Vaksin, dan Direktur Pelaksana, Janssen Pharmaceutica NV, Johan Van Hoof dalam siaran pers, yang dilansir dari Precision Vaccination pada Rabu (3/6).
Hoof mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mengajukan agar vaksin Ebola tersebut juga memiliki lisensi di bawah Peraturan Hewan FDA. Vaksin investigasi Janssen berasal dari program penelitian kolaboratif dengan NIH dan menerima dana langsung dan layanan praklinis dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases, bagian dari NIH.
Pendanaan lebih lanjut untuk rejimen vaksin Ebola telah disediakan sebagian dengan dana federal dari Kantor Asisten Sekretaris untuk Kesiapsiagaan dan Respons, Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA).