REPUBLIKA.CO.ID,
RIAU - Sebanyak 100 lebih santri asal Riau membutuhkan surat keterangan medis (SKM)dan tes swab sebagai syarat untuk bisa kembali melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa.
"Dua syarat tersebut dibutuhkan apalagi sejak 26 Mei 2020 Pemerintah DKI Jakarta melarang pendatang masuk ke wilayah Jakarta khususnya yang melalui Bandara di Jakarta kecuali dengan menunjukan SKM dan hasil tes swab mandiri sedangkan rapidtest tidak berlaku," kata Kasi Pondok Pesantren pada Kanwil Kemenag Riau Ustadz Fakhri dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu (3/6).
Menurut dia, keluhan yang cukup merisaukan orang tua/wali santri, karena untuk dapat memiliki SKM dan melakukan tesswab mandiri memerlukan biaya yang cukup mahal dan untuk sekali tes swab mencapai Rp1,5 juta – Rp2 juta.
Jika santri tidak memiliki hasil tesswab mandiri tersebut maka santri tidak
diperkenankan naik pesawat dan apabila tetap diberangkatkan maka akan dikarantina di hotel untuk dilakukan tesswab dan biaya sendiri termasuk biaya karantina.
Berdasarkan keluhan orang tua santri tersebut, katanya, maka Gubernur Riau memanggil Ketua Baznas, Karo Kesra Pemprov Riau, Kasi Pondok Pesantren Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Riau untuk membahas permasalahan tersebut.
Pada pertemuan tersebut Gubernur meminta Kementerian Agama untuk mendata berapa jumlah santri yang membutuhkan SKM tersebut, dan Baznas Riau diharapkan dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan santri untuk kembali melanjutkan proses pendidikannya di pondok pesantren di Pulau Jawa.
Untuk menindak lanjuti Instruksi Gubernur tersebut Kasi Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Riau membutuhkan data santri yang akan kembali ke pondok pesantren di Pulau Jawa untuk selanjutnya direkap dan diberikan SKM.
”Kita butuh data santri tersebut seperti nama, alamat, dan nama pondok pesantren di Pulau Jawa tempat melanjutkan pendidikan. Saat ini data yang terhimpun sementara sekitar 100 santri. Diperkirakan lebih dari 100 orang santri yang mondok di Jawa," katanya.