REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas perhubungan (Dishub) telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan COVID-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. SK berisi aturan tentang operasional angkutan di masa pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di ibu kota.
Salah satu poin dalam aturan tersebut adalah setiap moda transportasi umum hanya boleh menampung jumlah orang maksimal 50 persen dari kapasitas angkut. SK juga mengatur bahwa jam operasional angkutan umum reguler dimulai pada pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Berdasarkan pantauan Republika, Senin (8/6) sejumlah moda transportasi roda empat terlihat berjejer mengangkut penumpang di depan Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Beberapa dari angkutan tersebut juga terlihat keluar masuk terminal.
Aktivitas lalu lalang kendarana di terminal tersebut juga terpantai relatif sepi. Beberapa warga yang berada dalan areal terminal juga ada yang tidak menggunakan masker. Padahal pemerintah provinsi (pemprov) DKI Jakarta telah mewajibkan penggunaan masker di tengah masa PSBB transisi ini.
Sedikit terlihat petugas yang berjaga disekitaran terminal guna memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan maksimal. Di areal terminal hanya ada spanduk yang mengingatkan masyarakat untuk selalu berhati-hati terhadap penularan virus Corona dan selalu mencuci tangan dan menggunakan masker.
Sayangnya, saat dikonfirmasi, Kepala Terminal Pasar Minggu sedang tidak berada di kantornya. Salah seorang petugas yang berada di terminal tersebut juga tidak bersedia dimintai keterangan terkait penerapan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah ataupun pola operasional angkutan umum yang telah ditetapkan pemprov DKI Jakarta.
Aktivitas niaga yamg berada di dalam dan sekitar terminal juga berangsur normal. Tidak sedikit pedagang yang sudah membuka lapal dagangan mereka. Namun, sebagian toko yang ada juga masih terlihat belum menjalankan aktivitas perdagangan mereka.
Sementara, salah seorang sopir angkutan umum, Joni mengaku keberatan dengan aturan dalam SK yang telah ditetapkan pemerintah tersebut. Dia terpaksa mengikuti aturan yang telah ditetapkan meskipun pembatasan jumlah penumpang itu membuat penghasilannya per hari menurun.
"Rugi saya saat ini karena penghasilan sewa turun. Biasa dapat Rp 80 ribu per hari sekarang cuma Rp 50 ribu saja," ujar Joni.
Joni mengatakan, saat ini dia hanya bisa mengangkut maksimal lima hingga enam penumpang sekali jalan. Dia mengaku bahkan tidak bisa mengangkut penumpang di kursi depan menyusul adanya kebijakan dan keharusan menjaga jarak.
Dalam satu kesempatan, Joni mengaku pernah diberhentikan aparat kepolisian lantaran kedapatan mengangkut penumpang di kursi depan. Dia mengungkapkan, saat itu petugas hanya memberinya teguran dan meminta penumpang yang berada di kursi depan untuk pindah ke belakang.
"Enggak ditilang sih memang sama polisi, cuma disuruh pindah saja ke belakang. Saya juga cuma dikasih teguran saja," katanya.
Meski demikian, dia memahami bahwa ketentuan tersebut dibuat guna mencegah penularan virus Covid-19 di tengah masyarakat. Secara pribadi, sopir angkot jurusan Pasar Minggu-Kampung Rambutan itu mengaku mengikuti aturan tersebut dan selalu mengendarai mobil menggunakan masker.
Sayangnya, tidak semua sopir angkot terlihat menggunakan masker saat berkendara. Beberapa dari mereka juha kedapatan tidak menggunakan masker saat mengangkut penumpang. Namun sopir tersebut enggan dimintai keterangan terkait keharusan mengikuti protokol kesehatan dalam beraktifitas sehari-hari.
Salah seorang penumpang angkot, Rudi mengaku tidak mempermasalahkan penggunaan masker dalam angkutan umum. Menurutnya, hal itu diperlukan sebagai salah satu cara pencegahan penularan virus Covid-19 alias Corona.
Meski mengaku khawatir, namun dirinya terpaksa menggunakan angkutan umum reguler. Dia mengatakan, jarak lintas yang pendek membuat dirinya lebih memilih menggunakan angkot ketimbang kereta atau angkutan umum daring.
"Lebih murah juga kalau jarak tempuh yang deket dan enggak ribet dibanding naik kereta atau ojol," kata pria yang baru saja kembali sehabis berbelanja dari pasar tradisional yang berada tak jauh dari Terminal Pasar Minggu itu.