Selasa 16 Jun 2020 06:46 WIB

UAS: Kita Semua Mesti Menolak RUU HIP

Menurut UAS, RUU HIP menurunkan derajat Pancasila dengan hanya menjadi Undang-undang.

Rep: Muhammad Hafil / Rizkyan Adiyudha / Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Hafil
UAS: Kita Semua Mesti Menolak RUU HIP. Foto: Ustadz Abdul Somad
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
UAS: Kita Semua Mesti Menolak RUU HIP. Foto: Ustadz Abdul Somad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Abdul Somad (UAS) meminta umat beragama di Indonesia untuk menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Karena, RUU HIP hanya menurunkan derajat Pancasila menjadi undang-undang saja.

"Pancasila sebagai dasar ideologi negara. Maka dengan RUU ini, dia (Pancasila) diturunkan hanya menjadi UU saja, padahal sebelumnya dia (Pancasila) lebih tinggi. Maka kita semua sebagai umat beragama di Indonesia, mesti menolak. Karena Pancasila inilah sebagai titik temu antara Islam, Hindu, Kristen, Budha, Kong Hu Cu, ada pada Pancasila," kata UAS saat menjawab pertanyaan sejumlah tokoh Muhammadiyah  terkait pandangannya soal RUU HIP yang ditayangkan di akun youtube tvMU Channel, Ahad (14/6).

Baca Juga

Acara diskusi UAS dengan sejumlah tokoh Muhammadiyah itu bertajuk 'Dengan Ukhuwah Mengisi The New Normal Era Secara Bermarwah'. Dan, acara itu dipandu oleh mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang sekarang menjadi ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin.

Menurut UAS, kalau Pancasila diturunkan menjadi Undang-Undang, maka dikhawatirkan dia semakin turun dan bahkan akan hilang. Dan, itu menurut UAS ada upaya ke sana.

"Karena dari Pancasila akan dikerdilkan lagi menjadi Trisila, nanti lebih slim lagi menjadi Ekasila, dan itu juga tidak lagi Ketuhanan Yang Maha Esa tapi dasar gotong royong," kata UAS. Karena itu, UAS meminta umat Islam dan umat beragama lainnya di Indonesia, mesti memahami itu dengan baik.

Sebelumnya, RUU HIP menuai polemik. Hal itu lantaran tidak dimasukannya TAP MPRS Nomor XXV/ MPRS/ 1966 tentang pembubaran PKI sebagai konsideran dalam RUU itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sebelumnya mengatakan, pemerintah telah menyiapkan beberapa pandangan terkait RUU HIP. Salah satunya, menolak jika Pancasila diperas menjadi trisila atau ekasila.

Dia mengatakan, pemerintah akan menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Bagi pemerintah, Pancasila adalah lima sila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam satu kesatuan paham.

Sementara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sepakat agar pasal yang menjadi polemik dalan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dihilangkan. RUU tersebut belakangan menuai kontroversi karena dikhawatiran disusupi oleh paham komunisme.

"Terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan, Ahad (14/6).

Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu juga sepakat untuk menambahkan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Hasto mengatakan, ideologi yang bertentangan dengan Pancasila itu misalnya marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme.

Hasto mengatakan, Pancasila merupakan ideologi negara yang digali dari bumi Indonesia serta mengandung saripati kepribadian bangsa yang sarat dengan tradisi gotong royong dan musyawarah. Sebabnya, dia meminta agar penyelesaian polemik RUU HIP harus dilakukan dengan musyaearah sebagai praktek demokrasi Pancasila.

Dia meminta, agar Indonesia selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa serta menghindar dari politik devide at impera. Mantan sekretaris tim pemenangan Presidrn Joko Widodo ini mengatakan, PDIP optimis bahwa pemerintah akan kedepankan dialog dan menampung aspirasi yang berkembang.

"Berbagai pendapat berkaitan dengan RUU HIP tersebut menunjukkan kuatnya kesadaran terhadap Pancasila sebagai dasar yang memersatukan bangsa. Dengan demikian akan bijak sekiranya semua pihak kedepankan dialog sebab dialog, musyawarah dan gotong royong adalah bagian dari praktek demokrasi Pancasila," katanya.

Mekasnisme

Sementara, soal adanya usulan sejumlah pihak yang ingin pembahasan RUU HIP dihentikan, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan, bahwa mekanisme pencabutan suatu RUU tetap harus melalui rapat di baleg dengan pemerintah dan DPD dengan agenda revisi program legislasi nasional (Prolegnas). Nantinya disetujui atau tidaknya RUU dicabut tergantung sikap fraksi.

"Tergantung sikap fraksi-fraksi di rapat tahunan evaluasi prolegnas," ujarnya.

Dia mengungkapkan, bahwa saat ini RUU tersebut ada di pemerintah. Pemerintah punya waktu 60 hari sejak menerima surat untuk menyampaikan persetujuan atau menolak pembahasan. Nantinya, sikap pemerintah tersebut kemudian menjadi acuan DPR untuk kemudian merevisi prolegnas.

"Ya artinya statusnya RUU tersebut tidak lanjut dan menjadi acuan dalam rapat revisi prolegnas," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement