REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imam Nawawi
Secara naluriah, manusia sangat mencintai kejujuran dan senang jika orang lain berlaku jujur kepada dirinya. Itulah mengapa Nabi Muhammad SAW senantiasa disukai dan dicintai oleh penduduk Arab tiada lain karena kejujurannya yang tiada duanya.
Abu Bakar, Utsman, dan banyak sahabat lainnya segera memeluk ajaran Islam karena melihat sosok Nabi yang tak pernah berbohong. Bahkan, kala Nabi mengumpulkan seluruh kaum Quraisy perihal pendapat mereka bila dirinya menyampaikan berita di balik bukit ada sekelompok pasukan yang siap menyerang, semua menjawab percaya.
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah [9]: 119).
Orang yang benar di sini dimaksudkan adalah orang yang jujur, menepati janji dan sumpah-sumpah mereka dalam setiap perkara penting dan urusan-urusan lainnya.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili menegaskan maksudnya adalah orang yang benar dalam ucapan, perbuatan, dan keadaan mereka. Orang yang perkataannya benar, perbuatannya dan keadaannya tidak lain kecuali benar, bebas dari kemalasan dan kelesuan, selamat dari maksud-maksud buruk. Apabila bertemu orang yang demikian, maka duduklah bersamanya, dukung dan ikuti. Jika sebaliknya, maka lebih baik tinggalkan.
Orang yang mampu jujur dan meneguhkan kejujurannya akan selamat dalam semua urusan kehidupannya. Hal ini terbukti di masa Nabi SAW sendiri. Suatu waktu datang seorang pemuda ingin memeluk Islam. Pemuda itu menyatakan keinginannya namun ia berharap tetap diperbolehkan mabuk, zina, dan beragam maksiat lainnya.
Nabi menerima dengan satu syarat, "Jangan berbohong." Pemuda itu senang karena melihat begitu mudahnya Islam. Namun, saat hasrat ingin berzina, berjudi, mabuk-mabukan muncul seketika ia ingat pesan Nabi SAW bahwa jangan berbohong. Pemuda itu pun sadar, bahwa tidak berbohong menjadikan dirinya selamat dari segala maksiat.
Apabila hal ini menjadi kesadaran banyak umat Islam, mulai dari yang di pasar, di terminal, di bandara, di kepolisian, bahkan kementerian dan istana negara, maka insya Allah, beres seluruh urusan bangsa Indonesia ini. Tidak akan ada kegaduhan yang kontraproduktif, sebaliknya, setiap kegaduhan adalah tanda kemajuan baru akan datang dan dicapai.
“Rasûlullâh SAW bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’” (HR. Ahmad).
Dalam kata yang lain, jika bangsa Indonesia ingin menjadi bangsa yang besar, maju, dan berpengaruh, maka pertama-tama yang harus dibangun dalam diri setiap warga negara dan pejabatnya adalah kejujuran. Adakah semuanya sadar dan benar-benar siap untuk menjadi pribadi yang jujur? Jika jawabannya positif, maka kebaikan demi kebaikan bangsa dan negara benar-benar akan menjadi kenyataan. Insya Allah.*