REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, Prancis tidak akan menoleransi intervensi militer Turki di Libya. Ia menuduh Ankara memainkan 'permainan yang berbahaya'.
Seperti diketahui Turki melakukan intervensi ke Libya. Mereka menyediakan bantuan udara, senjata dan pasukan sekutu dari Suriah untuk membantu pemerintah yang bermarkas di Tripoli mengusir serangan pasukan Khalifa Haftar. Jenderal Khalifa Haftar didukung Mesir, Uni Emirat Arab, dan Rusia. "Kami tidak akan menoleransi peran yang dimainkan Turki di Libya," kata Macron.
Turki tampaknya berusaha mengamankan ibu kota Libya dan sebelah barat negara itu untuk membantu pemerintah Tripoli melawan Pasukan Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Haftar.
Paris yang dituduh mendukung Haftar secara politis, sebelumnya pernah memberikan bantuan militer kepadanya untuk memerangi teroris. Prancis membantah mendukung Haftar tapi berhenti menegurnya dan kerap mengkritik Turki.
Pada Senin (22/6) melalui sambungan telepon Macron membahas krisis Libya dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia mengencam tentara bayaran Rusia di Libya, tapi fokus pada peran Ankara di sana.
Ketika ditanya tentang pernyataan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi yang mengisyaratkan ia memiliki hak untuk mengintervensi Libya? Macron mengatakan pemimpin Mesir itu memiliki alasan untuk khawatir.
"Anda mengetahui kekhawatiran sah Presiden Sisi ketika melihat ada pasukan yang tiba di perbatasannya," kata Macron.
Tidak diketahui apakah pasukan yang didukung Turki akan beroperasi di perbatasan Mesir. Menurut Macron krisis Libya juga akan menjadi masalah Eropa.
"Ini masalah Mediterania yang mempengaruhi kami karena mulai hari ini setiap hari akan ada pria dan wanita Libya yang menghindari kesengsaraan dengan datang ke Eropa, apakah Anda mengira dengan semua yang kami ketahui, kami akan membiarkan Turki mengimpor tentara Suriah ke Libya dalam jangka waktu yang lama," kata Macron.