REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum menilai, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy egois dalam melakukan penanganan. Sebab, banjir yang telah menjadi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, tak juga teratasi meski sudah terulang selama puluhan tahun.
Menurut dia, banjir langganan yang terjadi setiap tahun di Desa Tanjungsari disebabkan tak adanya koordinasi yang baik antara BBWS Citanduy dan pemerintah daerah. Selama ini, kata dia, penanganan yang dilakukan BBWS Citanduy dilakukan tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat.
"BBWS (Citanduy) ada sedikit ego. Contohnya, pemerintah dan masyarakat maunya sungai disodet, diperbesar. Tapi BBWS (Citanduy) malah membuat tanggul dan itu jebol," kata dia saat berkunjung ke Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (26/6).
Berdasarkan aspirasi warga, menurut dia, penanganan banjir itu harus dilakukan dengan melakukan pengerukan dan sodetan di sungai. Sementara, terdapat tanah warga akan terkena dampak pengerukan atau pembuatan sodetan itu juga harus diganti rugi.
"Jika BBWS Citanduy tak bisa melakukan ganti rugi, dan jika koordinasi dengan pemda, maka hal itu bisa dibicarakan," ujarnya.
Uu mengatakan, jika tak ada penanganan serius, warga di Desa Tanjungsari selalu menjadi korban karena terdampak banjir setiap kali terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Sejak dirinya menjadi Bupati Tasikmalaya, banjir langganan itu tak pernah juga tertangani.
Karena itu, dia berharap, BBWS Citanduy dapat menurunkan ego. Dia menegaskan, penanganan banjir di Desa Tanjungsari harus dengan berkolaborasi antara BBWS dengan pemerintah daerah. "Siapa tahu kita juga punya biaya dan disatukan untuk penanganannya," kata dia.
Uu mengatakan, Pemprov Jabar berencana mengundang BBWS Citanduy, Pemkab Tasikmalaya, Pemkab Ciamis, dan perwakilan warga yang dilewati alur Sungai Citanduy, pada Senin (29/6) untuk mencari solusi. Dengan begitu, penanganan konkret banjir di Desa Tanjungsari dapat cepat dilakukan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, Nuraedidin mengatakan, penanganan yang dilakukan untuk mengatasi banjir di Desa Tanjungsari harus dilakukan dengan pembuatan sodetan dan harus ada ganti untung karena ada sebagian tanah warga yang akan kena sodetan itu. Selain itu, harus normalisasi karena Sungai Citanduy sudah dangkal.
"Terakhir adalah penegakan hukum. Artinya, mereka yang membangung di sekitar bantaran, izinnya harus selektif. Ada aturan main berapa meter dari bibir sungai," kata dia.
Kepala Desa Tanjungsari, Amas mengatakan, BBWS Citanduy sudah mulai melakukan pendataan tanah warga yang berada di pinggir sungai. Menurut dia, BBWS Citanduy sudah mulai merespon aspirasi dari masyarakat. "Mudah-mudahan segera ada tindakan, bukan sekadar wacana," kata dia.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja SNVT PJSA Citanduy, Sugeng Harianto mengatakan, penanganan banjir di Desa Tanjungsari belum bisa dilaksanakan dikarenakan adanya permintaan ganti untung dari masyarakat yang melakukan budidaya di sempadan sungai dan akan terdampak pengerukan. Permintaan itu tidak bisa dipenuhi oleh pihak BBWS, karena sempadan sungai adalah tanah milik sungai.
Menurut dia, BBWS bisa setiap waktu melakukan penanganan. Namun, harus ada kepastian tak ada permintaan ganti untung dari warga.
Sugeng menjelaskan, BBWS Citanduy sebenarnya telah memiliki desain penanganan banjir di wilayah itu. Menurut dia, penanganan dilakukan dengan normalisasi atau pengerukan sungai. Selain itu, penanganan juga bisa dilakukan dengan pembuatan parapet atau tanggul.