REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Utusan khusus Amerika Serikat untuk Korea Utara akan mengunjungi Korea Selatan pekan depan untuk mendorong dimulainya kembali perundingan nuklir dengan Korea Utara menjelang pemilu AS. Hal itu dilakukan meskipun hanya ada sedikit kemajuan.
Deputi Menteri Luar Negeri AS Stephen Biegun, yang memimpin negosiasi tingkat kerja dengan Korea Utara, akan berada di antara beberapa pejabat Departemen Luar Negeri AS yang mengadakan pembicaraan dengan mitra mereka di Korea Selatan pada Selasa (7/7). Rencana itu disampaikan kepada Reuters oleh seorang pejabat pemerintah AS yang tidak ingin disebutkan namanya karena rencana kunjungan tersebut belum diumumkan.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un harus bertemu lagi sebelum pemilu AS pada November. Kemudian, pada Kamis (2/7), menteri luar negeri Korea Selatan mengatakan Seoul sedang mendorong dimulainya kembali perundingan AS-Korea Utara.
Deputi Menlu AS Biegun mengatakan bahwa ada waktu bagi kedua belah pihak untuk berunding kembali dan "membuat kemajuan besar". Namun, pandemi virus corona akan membuat pertemuan tingkat tinggi secara langsung menjadi sulit dilaksanakan sebelum pemilu AS pada November.
Pada Juni, Korea Utara secara tiba-tiba meningkatkan ketegangan dengan Korea Selatan dan meledakkan kantor penghubung antar-Korea, tepat di samping perbatasan, sebelum tiba-tiba mengumumkan akan menunda rencana tindakan militer yang tidak spesifik terhadap Korea Selatan. Korea Utara telah berulang kali mengatakan tidak akan kembali ke perundingan sampai Amerika Serikat meninggalkan "kebijakan yang bersifat bermusuhan", termasuk sanksi ketat terhadap Korut.
Korut juga berkeras untuk tidak memberikan kepada Trump kesempatan untuk pertemuan lainnya sebelum pemilu AS tanpa adanya konsesi yang signifikan.
"Sulit membayangkan skenario di mana Korea Utara akan dipaksa untuk kembali ke meja perundingan kecuali jika 'tawaran' AS berubah secara drastis dibandingkan pada masa lalu," kata Jenny Town, pemerhati dari sebuah lembaga kajian 38 North, yang berfokus pada Korea Utara.
"Dan bahkan kemudian, sejauh mana kredibilitas (tawaran) itu akan bertahan dari perubahan potensial dalam pemerintahan di AS?," ujar Jenny.
Trump dan Kim bertemu untuk pertama kalinya pada 2018 di Singapura. Pertemuan tersebut meningkatkan harapan akan adanya kesepakatan untuk membuat Korea Utara menghentikan program senjata nuklirnya. Namun, KTT kedua Trump-Kim, pada awal 2019 di Vietnam, hancur berantakan.
Trump dan Kim bertemu lagi di zona demiliterisasi, yang memisahkan kedua Korea, pada Juni 2019 dan setuju untuk memulai kembali perundingan tetapi pembicaraan tingkat kelompok kerja antara kedua pihak di Swedia pada Oktober terhenti.
Mantan penasihat keamanan nasional Trump, John Bolton, pada Kamis mengatakan kepada wartawan di New York bahwa Presiden Trump mungkin akan mewujudkan pertemuan dengan Kim sebagai suatu "Kejutan Oktober" menjelang pemilihan presiden AS pada November mendatang.