REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Angela Merkel berharap keputusan China memberlakukan Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional Hong Kong tak membuat Eropa memutus komunikasi atau dialog dengan Negeri Tirai Bambu. Menurutnya, solusi atas isu tersebut perlu ditemukan bersama.
"Adalah penting bahwa negara-negara anggota Uni Eropa berusaha menemukan kebijakan bersama terhadap China dan jawaban bersama," kata Merkel saat melangsungkan konferensi pers bersama Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte di Berlin pada Senin (13/7).
Merkel menganggap hal tersebut penting. "Ini sangat penting bagi saya. (Tapi) ini bukan alasan untuk tidak tetap berdialog dengan China," ujarnya.
Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong resmi diberlakukan pada 30 Juni lalu. UU tersebut telah dipandang sebagai "alat" yang digunakan China untuk memberangus gerakan demokrasi di wilayah otonomi khusus tersebut.
Dalam UU tersebut, terdapat empat tindakan utama yang akan dijerat, yakni subversi, terorisme, seruan atau kampanye pemisahan diri dari China, dan berkolusi dengan kekuatan asing untuk membahayakan keamanan nasional. Hukuman maksimum untuk keempat pelanggaran itu adalah penjara seumur hidup.
Sementara itu, beberapa pelanggaran ringan akan menghasilkan pidana penjara kurang dari tiga tahun. Meski memperoleh penolakan keras dari masyarakat Hong Kong, pemerintah menjamin bahwa UU itu hanya membidik kelompok minoritas.
Sejumlah negara Eropa, termasuk Amerika Serikat (AS) telah menentang penerapan UU Keamanan Nasional Hong Kong. China dianggap telah mengingkari komitmennya terhadap "satu negara dua sistem".