REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris pada Senin (20/7) akan menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong, dalam peningkatan perselisihan dengan China atas pemberlakuan undang-undang keamanan di kota bekas jajahan Inggris itu.
Menteri Luar Negeri Dominic Raab di parlemen akan mengumumkan penangguhan perjanjian tersebut, menurut surat kabar Times dan Daily Telegraph, yang mengutip beberapa sumber. Kemlu Inggris menolak berkomentar.
Penangguhan tersebut kemungkinan akan menjadi akhir masa-masa yang pernah disebut mantan Perdana Menteri David Cameron sebagai "masa keemasan" hubungan antara Inggris dan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. London belakangan ini kecewa atas penindasan di Hong Kong dan persepsi bahwa China tidak mengungkapkan kebenaran secara penuh menyangkut wabah virus corona.
Pekan lalu, Perdana Menteri Boris Johnson memerintahkan agar peralatan Huawei Technologies pada 2027 sudah selesai dihapuskan secara total dari jaringan 5G Inggris. China menuding Inggris menjadi calo Amerika Serikat.
Inggris menganggap UU keamanan nasional baru di Hong Kong merupakan pelanggaran perjanjian yang dibuat sebelum penyerahan Hong Kong kepada China pada 1997. Inggris juga menuduh China sedang menggerus kebebasan, yang selama ini membuat Hong Kong menjadi pusat keuangan terbesar di dunia.
Para pejabat Hong Kong dan Beijing, sementara itu, telah menyatakan bahwa UU tersebut penting untuk diterapkan guna mengisi kekosongan pada pertahanan keamanan nasional akibat rangkaian aksi protes baru-baru ini. China telah berkali-kali meminta Barat untuk berhenti mencampuri urusan Hong Kong.