Kamis 23 Jul 2020 12:57 WIB

China dan AS Saling Unjuk Kekuatan di Laut China Selatan

Kapal perang AS berlatih di Laut China Selatan dengan jet China terbang di dekatnya

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.
Foto: EPA-EFE/MC3 Jason Tarleton
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan China saling menurunkan armada di wilayah Laut China Selatan. Dua kelompok kapal induk Angkatan Laut AS berlatih di Laut China Selatan pekan lalu, sedangkan jet Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAAF) berlatih serangan anti-kapal di dekatnya.

Selama berminggu-minggu, beberapa kapal induk AS telah melakukan latihan di perairan dekat China, termasuk di Laut Filipina dan Laut China Selatan. Namun, pekan lalu, pasukan China memutuskan untuk melakukan latihan. China mengadakan latihan tembakan langsung di mana jet PLAAF berlatih melakukan serangan terhadap kapal perang musuh.

Baca Juga

Kantor berita yang berada di bawah naungan China Global Times melaporkan, latihan tersebut melibatkan pesawat serang AL JH-7A dan J-16B, yang menembakkan lebih dari 3.000 total rudal. Mereka melakukan latihan tersebut pada 15 dan 16 Juli.

Selain operasi penerbangan oleh kapal induk AL AS USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, kapal penghancur USS Ralph Johnson melakukan tindakan yang lebih provokatif pada 14 Juli. Kapal perang itu berlayar di perairan sekitar Kepulauan Spratly, yang diklaim oleh China sebagai bagian dari wilayahnya.

"Insiden-insiden ini, yang terjadi ribuan mil jauhnya dari AS dan di depan pintu China, telah sekali lagi membuktikan bahwa AS adalah pendorong nyata militerisasi di Laut China Selatan, dan China dipaksa untuk mengambil tindakan balasan untuk menjaga kedaulatan dan teritorial nasionalnya," ujar laporan Global Times yang mengutip pernyataan pakar militer Cina.

Laporan South China Morning Post menyatakan, pesawat JH-7A dan J-11B terbang dari landasan di Pulau Yongxing atau Pulau Woody. Komentator militer yang bermarkas di Hong Kong, Song Zhongping mengatakan, latihan angkatan laut skala besar di Laut China Selatan akan menjadi kegiatan rutin ketika ketegangan meningkat antara China dan AS.

JH-7A adalah pesawat buatan China oleh Xi'an Aircraft Industry Corporation. Armada itu sebagai pesawat serang supersonik jarak jauh yang mirip dengan F-111 Aardvark milik AS. J-16B adalah modifikasi dari J-11 Shenyang yang dimaksudkan untuk menggantikan JH-7A.

Baik JH-7A dan J-16B dapat membawa beragam rudal anti-kapal jarak jauh, termasuk rudal KD-88 dan YJ-83, serta rudal anti-radiasi seperti LD-10 dan YJ-91. Dikutip dari Sputnik, taktik umum yang digunakan oleh pesawat China melibatkan penggunaan pod jamming dan kemudian menargetkan kapal perang musuh.

Setelah itu, pesawat China akan meningkatkan kekuatan radarnya untuk mencoba dan menerobos gangguan tersebut. Itu merupakan kombinasi dari Penindasan Pertahanan Udara Musuh (SEAD) dan pemogokan maritim tradisional yang membantu memaksimalkan keefektifan serangan jarak jauh. Satu laporan Agustus 2019 oleh University of Sydney memperingatkan bahwa rudal China dapat melumpuhkan daerah maju Amerika hanya beberapa jam setelah penembakan dilakukan.

Awal bulan ini, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan penolakan resmi pertama atas klaim China di Laut China Selatan. Lembaga itu mengatakan bahwa sebagian besar jalur  adalah perairan internasional dan bukan perairan China.

Klaim China di Laut China Selatan diperebutkan oleh lima negara kawasan lain, yang semuanya juga menyatakan sebagian perairan yang sama. Hal itu karena saluran air merupakan daerah penangkapan ikan utama dan juga diyakini menyimpan cadangan hidrokarbon besar di bawah dasar laut. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement