Jumat 24 Jul 2020 12:25 WIB

Pemerintah Siap Terbitkan SBN Semester II Sampai Rp 900 T

Dari total itu, sebanyak Rp 40 triliun di antaranya berasal dari penerbitan SBN Ritel

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Surat berharga negara
Foto: Tim Infografis Republika
Surat berharga negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mencatat, sisa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada semester kedua sebesar Rp 900,4 triliun. Angka ini lebih besar dibandingkan realisasi pada semester pertama, yaitu sebesar Rp 630 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, dari total rencana tersebut, sebanyak Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun di antaranya berasal dari penerbitan SBN Ritel. "Kita akan masih terbitkan sukuk ritel dan sukuk tabungan," ujarnya dalam diskusi secara virtual, Jumat (24/7).

Pemerintah juga masih lelang SBN secara dwimingguan pada semester kedua dengan rencana pencapaian rata-rata Rp 35 triliun sampai dengan Rp 40 triliun.

Pada paruh kedua ini, pemerintah juga akan menyupplai SBN ke pasar di semester kedua sekitar Rp 453 triliun. Menurut Luky, jumlah tersebut masih reasonable mengingat pembelian SBN ke Bank Indonesia (BI) melalui private placement pada semester pertama mencapai Rp 397,56 triliun.

Skema berbagi beban dengan BI diakui Luky memiliki peranan penting dalam menjaga sustainabilitas fiskal. "Ini kebijakan extraordinary yang dilakukan, adanya kebijakan BI membeli SBN di pasar perdana," katanya.

Berbagi beban ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program PEN Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.

Pada pasal 21 dalam beleid itu, tertulis bahwa pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk pembiayaan program PEN yang dibeli BI di pasar perdana. Dalam implementasinya, pemerintah telah menerbitkan dua Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan BI.

SKB tahap pertama telah disepakati dan dijalankan sejak lelang SBN pada 21 April 2020. Sampai Juni 2020, total pembelian BI mencapai Rp 30,3 triliun.

Sementara itu, pada SKB kedua yang juga sudah diteken, BI akan berbagi beban dengan menanggung seluruh pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu dengan total Rp 397,56 triliun.

"Nanti SBN yang diterbitkan tingkat suku bunganya sebesar BI reverse repo rate melalui private placement jadi tidak melalui lelang biasa atau mekanisme market," ujar Luky.

Selain menerbitkan SBN, pemerintah juga menarik pinjaman program pada semester kedua untuk pembiayaan defisit APBN. Besarannya adalah 5,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 80 triliun. Saat ini, Luky mengatakan, pihaknya masih terus melakukan negosiasi dengan pihak lender dan lembaga multilateral maupun bilateral untuk merealisasikan pinjaman.

Sementara itu, pinjaman luar negeri proyek juga akan ditarik sebesar Rp 24,2 triliun. Nominalnya lebih kecil dibandingkan pinjaman program mengingat banyak proyek harus ditunda seiring pembatasan aktivitas pada masa pandemi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement