Pengguna burqa di Belanda menilai penggnaan masker sama dengan burqa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19 ini, Pemerintah Belanda mewajibkan penggunaan masker atau penutup wajah saat menggunakan transportasi umum. Namun, Muslimah Belanda yang mengenakan burqa atau niqab menilai aturan tersebut bertentangan dengan larangan burqa.
Seorang Muslimah Belanda yang nama aslinya disamarkan, Emarah dan Muslimah lain yang mengenakan burqa melihat ironi dalam aturan baru Covid-19 di Belanda, yang mewajibkan masker ketika menggunakan transportasi umum.
Tampaknya, kata dia, sekarang wanita di Belanda dihukum karena mengenakan dan tidak memakai penutup wajah, tergantung pada tujuan mereka. Jika tujuannya karena mematahui syariat agama maka akan dihukum, sedangkan jika menutup wajah karena Covid-19 tidak dihukum. "Ini benar-benar kontradiktif," kata Emarah dikutip dari laporan media Jerman, Deutsche Welle (DW), Ahad (2/8).
Emarah menganggap bahwa kesehatan masyarakat dianggap sebagai alasan yang dapat diterima untuk menutupi wajah. Padahal, keyakinan agamanya selama ini juga tidak salah.
Karena itu, Emarah berharap pemerintah Belanda memperbolehkan lagi pemakaian burqa di transportasi umum. Dalam hal ini, dia tidak sendirian.
Sejumlah organisasi, yang dipimpin grup "Don't Touch My Niqab", sekarang tengah mengajukan banding ke Kementerian Luar Negeri Belanda, Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat untuk mencabut undang-undang pelarangan burqa tersebut. "Saya akan membela hak saya," ucapnya.
Saat diwawancara, Emarah tampak mengenakan burqa saat berjalan di sebuah alun-alun Kota Amsterdam. Rintik hujan mengaliri burqa hitam panjangnya. Dia menutupi seluruhnya tubuhnya dengan burqah sejak tiga tahun lalu.
"Orang sering berpikir bahwa saya harus memakai burqa ini atas perintah suami saya, tetapi itu adalah pilihan saya sendiri," katanya
Emarah sudah mengenakan burqah sejak sebelum menikah. Dia mengakui bahwa memakai burqa memang sangat sulit di Belanda karena semua orang menggapnya sebagai musuh. Dia pun merasa tertekan ketika ada orang-orang yang menyudutkannya.
Itu tidak adil, kata Emarah, dari suaranya terdengar frustasi. "Saya didiskriminasi hanya karena saya ingin menjalankan agama saya, untuk pilihan saya," ucapnya.
Sejak 2019 lalu, Pemerintah Belanda menyetujui undang-undang kontroversial yang melarang pakaian yang "sepenuhnya menutupi wajah" tersebut. Kendati demikian, larangan di Belanda lebih longgar daripada di Prancis dan Belgia.
Belanda hanya melarang pakaian seperti itu di angkutan umum atau di gedung-gedung publik seperti sekolah, rumah sakit dan gedung pemerintah. Tidak seperti di Prancis dan Belgia, burqa di Belanda masih diizinkan untuk dikenakan di jalanan.
Keselamatan publik adalah alasan utama yang diberikan pemerintah untuk larangan burqa tersebut. Yang melanggarnya akan dikenakan denda antar 177 hingga 529 dolar Amerika Serikat. Namun, menurut juru bicara Kepolisian Nasional Belanda, hanya sedikit yang didenda dalam satu tahun terakhir karena mengenakan burqa.
Emarah memgatakan, reaksi masyarakat terhadap muslimah yang mengenakan burqah menjadi lebih agresif daripada sebelumnya. Padahal, burqa masih legal untuk dikenakan di jalanan. Sebelum pelarangan itu, dia bahkan kerap mengalami kekerasan.
"Ketika saya berada di supermarket, orang-orang akan memukul saya dengan kereta belanja di pergelangan kaki saya untuk membuat saya pindah," katanya.
Menurut dia, tingkat agresi telah meningkat secara signifikan di Belanda. "Seorang pria bahkan mencoba menabrak saya dengan mobilnya," lanjut Emarah.
Meskipun terkenal di seluruh dunia karena liberalismenya, menurut Emarah, Belanda kini menjadi semakin tidak toleran. Dia bahkan memandang hukum di Belanda sebagai "serangan terhadap Islam". Karena, dia menganggap hal itu bertentangan langsung dengan haknya atas kebebasan beragama sebagaimana diabadikan dalam konstitusi Belanda dan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa.
Jika dipaksa untuk melepas burqa-nya, akan terasa memalukan bagi Emarah. "Itu adalah pilihan saya untuk mengenakannya, dan saya ingin membuat pilihan untuk melepasnya," ucap Emarah.
Muslimah Belanda lainnya yang namanya disamarkan, Safa (30 tahun) menganggap larangan burqa tersebut telah menabur ketakutan di kalangan masyarakat Muslim. Meskipun, hanya sebagian kecil Muslimah yang mengenakan burqa atau niqab di Belanda, yakni sekitar 150 orang.
Beberapa teman Safa yang lebih religius kini telah beremigrasi ke negara lain, khususnya Inggris. Mereka merasa tidak diterima lagi di Belanda. "Mereka tidak merasa diterima di sini lagi," ungkap Safa.
Sumber: Sumber: https://m.dw.com/en/burqa-ban-face-mask-laws-frustrate-dutch-muslims/a-54397964