Senin 03 Aug 2020 15:04 WIB

PMI Manufaktur Indonesia pada Juli di Level 46,9

Data pada Juli menunjukkan penurunan yang terjadi di seluruh sektor mulai berkurang.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
IHS Markit melaporkan, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli berada di level 46,9. PMI naik hampir delapan poin dibandingkan posisi pada Juni di 39,1.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
IHS Markit melaporkan, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli berada di level 46,9. PMI naik hampir delapan poin dibandingkan posisi pada Juni di 39,1.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- IHS Markit melaporkan, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli berada di level 46,9. PMI naik hampir delapan poin dibandingkan posisi pada Juni di 39,1.

Angka PMI pada Juli merupakan yang tertinggi sejak Februari. Sebab sejak pandemi, PMI manufaktur Indonesia terus menunjukkan penurunan lebih lanjut. 

Dijelaskan, Penghambat headline PMI yakni penurunan lebih lanjut pada output Juli, meski tingkat penurunan paling lambat selama lima bulan. Volume produksi yang lebih rendah sering dikaitkan dengan dampak buruk pandemi Covid-19 pada permintaan. Jadi pertumbuhan output dilaporkan, perusahaan manufaktur menunjuk pada pembukaan kembali pabrik secara bertahap karena berbagai langkah pengendalian dilonggarkan.

Beragam langkah bertahap memulai kembali perekonomian Indonesia juga menyebabkan menurunnya permintaan secara keseluruhan. Penurunan total pesanan baru hanya sedikit pada Juli meskipun ada penurunan besar dalam penjualan ekspor.

Beban biaya rata-rata meningkat tajam pada Juli, dengan infl asi yang diakibatkan oleh melemahnya rupiah dan kenaikan harga bahan baku. Peningkatan biaya sebagian dibebankan ke pelanggan melalui harga jual yang lebih tinggi, meskipun kondisi permintaan yang lemah membatasi sejauh mana perusahaan dapat menaikkan biaya output mereka. 

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw menjelaskan, data PMI pada Juli menunjukkan penurunan di seluruh sektor Indonesia selama bulan tersebut banyak berkurang. Ini menambah harapan, dampak terburuk pandemi Covid-19 dirasakan pada kuartal kedua. 

"Indeks output, permintaan, dan ketenagakerjaan semuanya meningkat dari posisi terendah yang terlihat pada kuartal kedua. Terbantu oleh relaksasi tindakan pengamanan Covid-19. Perusahaan juga tetap optimis tentang output mereka dalam waktu satu tahun," tutur Bernard dalam keterangan resmi pada Senin (3/8).

Namun, lanjutnya, survei juga menunjukkan pemulihan yang menantang di depan. Perusahaan terus mengurangi lapangan kerja pabrik pada tingkat yang tajam, dengan banyak perusahaan berusaha mengendalikan biaya dan berusaha tetap layak. 

Penurunan jumlah pekerjaan terus menerus, diperpanjang pula hingga Juli. "Perlunya social distancing di tempat kerja dan perkumpulan publik, serta potensi lonjakan infeksi baru, juga dapat menunda produksi dan penjualan lebih lanjut dari pemulihan ke tingkat pra pandemi," jelas dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement