Kamis 06 Aug 2020 04:33 WIB

Derajat Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali

Seorang yang sudah baligh wajib menuntut ilmu.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Derajat Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali. Sejumlah siswa mengikuti proses belajar mengajar dalam jaringan (daring) di bekas posko COVID-19 di tepi jalan untuk mendapatkan sinyal jaringan internet,  di Desa Madang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Foto: ANTARA /BAYU PRATAMA S
Derajat Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali. Sejumlah siswa mengikuti proses belajar mengajar dalam jaringan (daring) di bekas posko COVID-19 di tepi jalan untuk mendapatkan sinyal jaringan internet, di Desa Madang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mewajibkan setiap Muslim dan Muslimah menuntut ilmu. Menuntut ilmu merupakan di antara kewajiban yang harus dilakukan seseorang setelah baligh. 

Imam Al-Ghazali dalam Ikhtisar Ihya Ulumiddin mengatakan, orang yang telah masuk Islam pun diwajibkan mengetahui dua kalimat syahadat dan memahami maknanya. Namun, dia tidak diwajibkan memperkuat pemahaman terhadap dua kalimat tersebut dengan bukti-bukti rasional.

Baca Juga

"Cukup bagi dia untuk meyakininya tanpa ragu meskipun dengan cara taklid atau mengikuti pendapat orang meski tidak tahu dari mana sumbernya," katanya.

Seperti itulah yang Rasulullah SAW lakukan terhadap orang-orang Arab pedalaman yang masuk Islam setelah itu. Dia harus menyibukkan diri mempelajari perintah-perintah Allah yang sifatnya terus-menerus berulang. 

Seperti sholat di mana perintah untuk menjalankannya selalu datang berulang kali. Dia harus mempelajari ilmu tentang sholat ketika perintah itu diwajibkan atasnya dan mempersiapkan diri apabila belum diwajibkan. Begitu juga dengan puasa, ia juga wajib mempelajari saja, jika memiliki harta yang wajib dizakati selama setahun penuh terhitung sejak dia masuk Islam.

"Semua diwajibkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dia juga harus diingatkan akan kewajiban haji," katanya.

Tetapi dalam hal ini dia tidak diwajibkan segera mempelajari ilmunya sebagaimana dia tidak diwajibkan untuk segera melaksanakannya. Dia juga wajib mempelajari segala bentuk kemaksiatan yang harus dihindari sepanjang waktu menurut tuntutan kondisi dan situasi.

"Bila di hatinya terlintas keraguan tentang semua keyakinan, maka dia haruslah belajar dan mendalami ilmu sebanyak yang bisa menghilangkan keluarga tersebut," katanya.

Adapun mempelajari ilmu, kata Ghazali, akan menyelamatkanmu dari perkara-perkara membinasakan dan yang membuatmu memperoleh kenaikan derajat hukumnya fardhu ain. Sedangkan mempelajari ilmu lain di luar itu hukumnya fardhu kifayah, bukan fardhu ain.

"Ketahuilah bahwa derajat ilmu pengetahuan tergantung pada seberapa dekat ilmu tersebut dengan ilmu akhirat," katanya.

Sebagaimana ilmu-ilmu syariat lebih utama ketimbang ilmu-ilmu yang lain, maka ilmu yang berhubungan dengan hakikat syariat juga lebih utama daripada ilmu yang membahas hukum-hukum lahiriyah. Seorang ahli fiqih menghukumi ibadah dengan sekadar sah dan tidak sah. Padahal dibalik itu, ada ilmu yang bisa mengetahui apakah suatu ibadah bakal diterima atau ditolak.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement