Senin 10 Aug 2020 14:56 WIB

Dewan Pendidikan Jatim Sebut Mendikbud tak Konsisten

Ada dua kepentingan pembelajaran tatap muka dilakukan.  

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Akhmad Muzakki.
Foto: UMM
Akhmad Muzakki.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof. Akhmad Muzakki mengkritisi Mendikbud Nadiem Anwar Makariem yang membolehkan sekolah-sekolah di zona kuning dan zona hijau Covid-19, untuk menggelar pembelajaran tatap muka. Nadiem menyerahkan keputusan tersebut ke masing-masing daerah. 

Menurut Akhmad, kebijakan tersebut mencitrakan Mendikbud yang tidak konsisten. "Ini yang nggak konsisten. Persoalan strategis ini justru diserahkan ke daerah. Nanti kalau ada apa-apa daerah yang kena. Sementara persoalan lain dihandel oleh pusat (Kemdikbud)," kata dia dikonfirmasi Senin (10/8).

Menurut Akhmad, sudah seharusnya  Mendikbud mengambil kebijakan yang sangat hati-hati dibarengi konsistensi yang sangat kuat, di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali. Dia tidak berharap, menyerahkan sepenuhnya kebijakan boleh atau tidaknya pembelajatan tatap muka kepada pemerintah daerah dengan indikator yang agak longgar.  

"Saya melihat hal itu, agar konsisten. Karena sebelumnya kewenangan (kebijakan pembelajaran) diserahkan ke pusat melalui SKB 4 menteri.  Sekarang beda lagi, zona kuning boleh buka tapi diserahkan pada Pemda. Kasihan Pemda jika menanggung beban seperti ini," ujarnya.

Namun demikian, lanjut Akhmad, jika hal tersebut sudah diputuskan pemerintah, maka tak ada cara lain bagi pemerintah daerah selain menyiapkan kelengkapan untuk menjamin protokol kesehatan dijalankan secara ketat oleh sekolah. Dia pun mengingatkan, Pemda untuk melakuka sinergi dengan orang tua siswa.

Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) ini melihat, ada dua kepentingan pembelajaran tatap muka dilakukan.  Pertama faktor ekonomi, dan kedua faktor eko-sosial. Namun, kata dia, dua pertimbangan ini jangan sampai menurunkan disiplin untuk menjaga protokol kesehatan.

"Dan penting juga untuk melihat hasil survei, bahwa semakin muda usia,  semakin longgar disiplin kesehatannya. Kekhawatiran kedepan akan muncul potensi penularan baru lewat sekolah," kata dia.

Dia kembali mengingatkan, kebijakan tersebut harus seimbang dengan perhatian jaminan kesehatan. Sebab, menurut dia budaya disiplin kesehatan masyarakt masih terbilang rendah.  

"Apalagi status darurat PBB tidak ada. Jadi masyarakat menganggapnya kita sudah baik-baik saja. Padahal belum," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement