Senin 17 Aug 2020 13:23 WIB

Pekan Perdagangan Pendek, IHSG Berpotensi Melemah

Pada pekan ini, hari perdagangan hanya berlangsung tiga hari.

Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah seiring pekan perdagangan yang pendek. Perdagangan pekan ini hanya berlangsung selama tiga hari karena ada libur Hari Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Hijriah.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah seiring pekan perdagangan yang pendek. Perdagangan pekan ini hanya berlangsung selama tiga hari karena ada libur Hari Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah seiring pekan perdagangan yang pendek. Perdagangan pekan ini hanya berlangsung selama tiga hari karena ada libur Hari Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Hijriah.

Menurut Hans dalam pernyataan pada Senin (17/8), terjadi kebuntuan pembahasan stimulus fiskal di Kongres AS yang menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan. Masih banyak perbedaan antara partai Republik dan Demokrat dan menjadi lebih sulit karena mendekati pemilu AS.

Baca Juga

"Kedua partai tentu ingin rancangan paket yang menguntungkan dan menaikan popularitas kandidat mereka. Bila tidak terjadi kesepakatan dalam jangka pendek akan menjadi sentimen negatif bagi pasar," ujar Hans.

Selain itu, pelaku pasar mencermati pertemuan pejabat senior dari China dan Amerika Serikat melalui konferensi video untuk meninjau kesepakatan perdagangan fase satu yang ditandatangani kedua negara pada Januari 2020.

Hal itu terjadi di tengah hubungan diplomatik yang memburuk antara kedua negara. Perkembangan pembahasan dinilai akan menjadi sentimen yang menggerakkan pasar.

Sementara itu, langkah Inggris yang menambah lebih banyak negara dalam daftar karantina menjadi sentimen negatif bagi pasar.

"Hal ini mungkin mendorong langkah yang sama dilakukan negara-negara lain untuk menghalangi penyebaran pandemi covid 19 dan membalas serta memberikan perlakukan yang sama. Hal ini dapat mendorong kemunduran perekonomian," kata Hans.

Sentimen lainnya, data klaim pengangguran AS pertama kali turun di bawah satu juta semenjak pertama kali dimulai pandemi Covid-19. Hal tersebut menunjukkan perbaikan data biarpun terjadi peningkatan kasus Covid-19. Tetapi masih ada 28 juta orang lebih yang menerima cek pengangguran menunjukan pasar tenaga kerja dan ekonomi Amerika masih lemah.

Dari China, data ekonomi yang keluar cukup variatif tetapi masih jauh di bawah dari data sebelum pandemi corona baru. Data penjualan ritel China yang lebih jelek dari harapan memberikan indikasi momentum perbaikan ekonomi negara tersebut melambat.

Sentimen berikutnya yaitu masih naiknya data infeksi Covid-19 di dunia dan beberapa Negara membuat pasar cukup hati-hati. Saat ini ada 21 juta lebih kasus dan menewaskan 770 ribu orang. Amerika Serikat (AS) sendiri mencatat ada 5,5 juta kasus dan menewaskan 172 ribu orang.

Dari Eropa, negara-negara di kawasan tersebut mulai khawatir akan gelombang kedua Covid-19. Mulai ada kasus baru di beberapa negara, mendorong kekhawatiran langkah lockdown terbatas akan mengganggu pemulihan ekonomi kawasan.

Dari domestik, pidato Presiden Joko Widodo di Sidang Paripurna DPR/MPR tidak terlalu direspons pasar.

"Nampaknya asumsi ekonomi yang disampaikan sudah di-price in atau sesuai harapan pasar. Terlihat harapan pemulihan ekonomi di tahun 2021 dari asumsi data makro dalam pidato Presiden," ujar Hans.

IHSG berpeluang melemah pada perdagangan pendek pekan depan dengan support di level 5.178 sampai 5.119 dan resisten di level 5.218 sampai 5.300.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement