Kamis 20 Aug 2020 05:01 WIB

Pengadilan Selandia: Lockdown di Awal Pandemi Langgar Hukum

Perintah lockdown yang membuahkan hasil di Selandia Baru dinilai melanggar hukum

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Orang-orang berjalan di sepanjang Pantai New Brighton saat matahari terbenam di Christchurch, Selandia Baru, Selasa (9/6). Warga Selandia Baru menikmati hari pertama mereka pada status level 1 setelah Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan pada Senin (8/6) bahwa Kabinet telah sepakat untuk mencabut hampir semua pembatasan akibat Covid-19.
Foto: AP / Mark Baker
Orang-orang berjalan di sepanjang Pantai New Brighton saat matahari terbenam di Christchurch, Selandia Baru, Selasa (9/6). Warga Selandia Baru menikmati hari pertama mereka pada status level 1 setelah Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan pada Senin (8/6) bahwa Kabinet telah sepakat untuk mencabut hampir semua pembatasan akibat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pengadilan Selandia Baru mengungkapkan sembilan hari pertama karantina wilayah atau lockdown yang diberlakukan melanggar hukum. Keputusan itu muncul setelah pengacara Wellington Andrew Borrowdale menantang legalitas langkah yang diambil pada tahap awal karantina selama lima minggu.

Andrew menyoroti perintah oleh Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, dan pejabat lainnya antara 26 Maret hingga 3 April. Pada periode itu, pemerintah meminta warga Selandia Baru untuk tinggal di rumah, padahal belum ada putusan resmi.

Baca Juga

Atas pengajuan itu, pengadilan menyatakan, perintah yang memberlakukan tinggal di rumah dianggap tidak disahkan hingga 3 April. Kondisi itu menilai hak dan kebebasan warga Selandia Baru secara ilegal dibatasi selama sembilan hari pertama itu.

"Meskipun tidak diragukan lagi bahwa persyaratan tersebut merupakan tanggapan yang diperlukan, masuk akal, dan proporsional terhadap krisis Covid-19 pada saat itu, persyaratan tersebut tidak ditentukan oleh undang-undang," kata pengadilan.

Pengadilan mengatakan hanya sedikit, jika ada, penuntutan atas pelanggaran karantina akan terpengaruh. Sebab itu, tuntutan lain seputar karantina wilayah selama pandemi ditutup.

"Pemerintah berusaha mendidik masyarakat tentang risiko kesehatan dan mengubah mereka dengan cepat untuk mengambil tindakan yang membatasi kebebasan normal seperti tinggal di rumah untuk menghentikan penyebaran virus," kata Jaksa Agung David Parker setelah keputusan itu.

Meski memutuskan perintah tinggal di rumah pada awal penerapan tidak sah, Parker menyatakan, langkah itu membuahkan hasil. “Pada akhirnya langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah berhasil menghilangkan Covid-19, menyelamatkan nyawa dan meminimalkan kerusakan ekonomi kita," ujarnya.

Selandia Baru memberlakukan tanggapan lebih baik daripada kebanyakan negara selama pandemi. Tindakan awal pemerintah untuk mengkarantina negara itu, memaksa sebagian besar warga Selandia Baru untuk tinggal di rumah dan bisnis tutup.

Langkah-langkah itu kemudian dicabut tetapi kasus Covid-19 yang tiba-tiba kembali muncul minggu lalu di Auckland mendorong pemerintah untuk memberlakukan kembali beberapa pembatasan pada 1,7 juta penduduk kota. Ardern mengatakan, akan meningkatkan jumlah personel pertahanan di fasilitas karantina dan perbatasan Selandia Baru untuk mengalahkan penyebaran Covid-19 lebih lanjut

“Tidak ada hingga saat ini yang melacak gugus khusus yang kami hadapi ini ke perbatasan, tetapi kami ingin itu seketat mungkin,” kata Ardern. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement