Senin 24 Aug 2020 12:43 WIB

Mengenal Tarekat Shiddiqiyah

Konon, tarekat ini hanya tersisa di Ploso (Jombang).

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Muhammad Hafil
Mengenal Tarekat Shiddiqiyah. Foto: Pengikut tarekat (Ilustrasi)
Foto: http://www.incendiaryimage.com
Mengenal Tarekat Shiddiqiyah. Foto: Pengikut tarekat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Dunia Islam mengenal berbagai macam aliran tasawuf. Dan di dalam tasawuf terdapat berbagai macam tarekat. Mulai dari tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, Syathariyah, Tijaniyah, Sammaniyah, Dasuqiyyah, Akbariyyah, Maulawiyyah, Kubrawiyyah, Sahrawardiyyah, hingga Haddadiyah. Jumlahnya sangat banyak. Namun, yang mu'tabarah dan dikenal masyarakat secara luas, berjumlah 44 tarekat.

Semua aliran tasawuf tersebut mengklaim telah mendapatkan ijazah dari guru-guru (mursyid) mereka, hingga terus bersambung kepada Rasulullah SAW dan Allah SWT. Dalam praktik kegiatannya, mereka mengamalkan berbagai macam doa, zikir, dan wirid yang 'wajib' diamalkan oleh setiap pengikutnya. Doa dan zikir itu, antara lain, berupa pujian kepada Allah, kalimat-kalimat thayyibah, dan lain sebagainya. Semuanya digunakan sebagai 'jalan' untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai ibadah tambahan.

Baca Juga

Salah satu tarekat yang juga melakukan hal yang sama (zikir dan wirid), adalah Tarekat Shiddiqiyah. Menurut mursyid Tarekat Shiddiqiyah, Syekh Muhammad Muchtar bin Abdul Mu'thi, tarekat ini merupakan tarekat yang berasal dan dinisbatkan kepada Sahabat Rasul SAW, yakni Abu Bakar As-Shiddiq. Sahabat Abu Bakar dijuluki dengan nama as-Shiddiq karena Abu Bakar orang yang pertama kali membenarkan peristiwa Isra dan Mi'raj yang dialami Rasulullah SAW. Menurut Syekh Muchtar, dari sinilah awal mula nama tarekat tersebut.

Lebih lanjut ditegaskannya, sebenarnya tarekat ini juga berkembang di negara-negara lainnya. Namun, seiring dengan waktu, tarekat itu kehilangan pengikutnya hingga akhirnya tak terdengar lagi. Konon, sebelumnya di Afrika, tepatnya di Maroko, tarekat ini sempat mengalami perkembangan cukup pesat, namun akhirnya juga mengalami kemunduran.

Dan yang tampak masih berkembang hingga saat ini, hanya di Indonesia, tepatnya di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Inilah salah satu kelompok Tarekat Shiddiqiyah yang tersisa di dunia.

Peneliti asal Belanda, Martin van Bruinessen, dalam bukunya yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, menyatakan, Tarekat Shiddiqiyyah merupakan tarekat lokal (Indonesia--Red), sehingga tidak banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan tarekat ini. Dan saat ini, satu-satunya tempat berkembangnya ajaran Tarekat Shiddiqiyyah hanyalah di Indonesia yang berpusat di wilayah utara Jombang, Jawa Timur.

Peneliti seperti Zamakhsyari Dhofier dalam tulisannya yang bertajuk The Pesantren: The Role of the Kyai in the Maintenance of Traditional Islam ini Java, mengungkapkan bahwa asal-usul tarekat ini tidak jelas. Dhofier hanya mencatat Tarekat Shiddiqiyyah muncul untuk pertama kalinya pada 1958 di sebuah desa bernama Losari yang berada di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Menurut Dhofier, tarekat ini tidak ada di negara lain.

Dhofier menambahkan, kekurangan penelitian tentang tarekat ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, tarekat ini tidak diklasifikasikan sebagai mu'tabarah (diakui--Red) dan tidak terlibat dalam jaringan budaya Nahdlatul Ulama (NU) yang ada di Jombang, karenanya mungkin dianggap oleh beberapa orang tidak penting.

Kedua, tarekat ini terkesan sangat eksklusif (tertutup). Kesan eksklusivitas itu diakui oleh banyak orang di Jombang. Karena itu pula, akhirnya banyak pihak yang menganggap tokoh Tarekat Shiddiqiyah, yakni Syekh Muhammad Muchtar sebagai orang yang kontroversial. Sebab, ia memerintahkan pengikutnya untuk tetap melaksanakan shalat Zhuhur, kendati telah mengerjakan shalat Jumat.

Sejumlah pihak ada yang mempertanyakan keabsahan tarekat ini. Sebab, keberadaannya dianggap kurang mu'tabar. Namun, Syekh Muchtar menegaskan, tarekat ini telah masuk ke Indonesia sejak lama. Menurutnya, Tarekat ini dibawa oleh para ulama asal Irbil (Irak). Sedangkan di Indonesia, Syekh Muchtar mendapatkan ijazah dari Syekh Ahmad Syuaib Jamali al-Banteni. Dari sini kemudian Syekh Muchtar memperkenalkan tarekat ini sejak 1954.

Lembaga Pendidikan

Kendati tarekat ini dianggap eksklusif dan Jombang menjadi satu-satunya daerah tempat berkembangnya tarekat Shiddiqiyah, para pengikutnya melakukan berbagai kegiatan yang produktif untuk terus menghidupi tarekat ini. Mereka mendirikan sejumlah lembaga pendidikan dan lembaga lainnya. Ada lembaga pendidikan Shiddiqiyah, lembaga kepemudaan, kelompok perempuan, dan lain sebagainya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement