Rilis data Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) Kuartal II di berbagai negara mulai memperlihatkan kontraksi ekonomi yang semakin nyata, baik di negara maju maupun negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi yang negatif, bahkan hingga menyentuh angka 2 digit ini, terjadi akibat ketidakpastian yang cukup tinggi terutama karena masih dibayangi oleh pandemi Covid-19. PDB negara-negara ASEAN-5 pun tak luput dari pertumbuhan negatif hingga 2 digit, yaitu Singapura tumbuh -12,6%, Thailand -12,2%, Malaysia -17,1%, dan Filipina -16,5%, hanya Indonesia yang masih mampu menahan penurunan PDB nya di angka 1 digit yaitu 5,3%.
Sementara itu, perekonomian Amerika Serikat -9,5%, Eropa turun -15%, Prancis -19,0%, dan Mexico -18,9%. Selain itu, risiko second wave Covid-19 juga meningkat seiring kebijakan relaksasi pembatasan sosial, meskipun terdapat berita positif mengenai uji klinis vaksin di beberapa negara. Angka Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Global pada Juli sudah menunjukkan tren peningkatan ke arah ekspansif, pada angka 50,3 terutama bersumber dari Eropa, Rusia, dan Tiongkok, sedangkan Amerika Serikat dan India masih stagnan. Walaupun masih dalam level kontraksi, PMI Manufaktur Indonesia telah meninggalkan level terendahnya.
Harga minyak mentah dunia cenderung stabil di kisaran US$ 40-42/barrel, ditopang oleh sentimen pemangkasan produksi dan pemulihan permintaan. Sementara itu, harga emas terus mencetak rekor seiring dengan kekhawatiran krisis yang semakin menguat. “Pandemi masih menjadi faktor utama yang menentukan kegiatan dan pemulihan ekonomi kita. Perbaikan bulan Juli ini masih berlanjut tapi kita melihat ada tanda-tanda yang sifatnya masih sangat rapuh,” jelas Sri Mulyani, Menteri Keuangan dalam jumpa pers virtual APBN KiTa Edisi Agustus di Jakarta, Selasa (25/8/2020) kemarin.
Kontraksi PDB Indonesia pada kuartal II utamanya terjadi pada sisi konsumsi dan investasi. Hal ini antara lain disebabkan oleh pembatasan mobilitas masyarakat seiring penerapan PSBB, termasuk adanya larangan mudik saat masa lebaran. Stimulus APBN berupa bantuan sosial bagi penduduk miskin, rentan miskin, serta terdampak pandemi Covid-19 sangat membantu untuk menahan kontraksi ekonomi yang lebih dalam. Di sisi lain, pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih menunjukkan tren perbaikan, antara lain ditandai dengan yield SBN dan credit default swap yang terus menurun, penawaran SBN yang cukup tinggi di setiap lelang, serta aliran modal asing yang mulai masuk kembali.
APBN akan terus melaksanakan fungsinya sebagai upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ini dan pemulihan, dari sisi penerimaaan seperti insentif di bidang perpajakan maupun dari sisi belanja, baik itu belanja bansos, kementerian/lembaga dan transfer daerah. “Untuk mengembalikan konsumsi masyarakat dan mengembalikan confident investasi,” tambah Menkeu.
Pemerintah berkomitmen untuk merespon pandemi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan penuh kewaspadaan sehingga kebijakan yang ditempuh dapat lebih terarah dan terukur. Untuk menjaga ekonomi Indonesia tetap tumbuh di tengah tekanan global dan ketidakpastian akibat pandemi, belanja pemerintah sebagai stimulus fiskal perlu diakselerasi guna menggerakkan pertumbuhan ekonomi di Kuartal 3 khususnya tiga prioritas utama yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan bagi dunia usaha yang termaktub dalam program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Tren perbaikan ekonomi pada Juli 2020 masih berlanjut, meskipun tidak sebaik Juni 2020, yang disebabkan oleh adanya pergeseran hari libur dan hari raya dibanding tahun lalu. Indikator di bulan Juli bergerak bervariasi, antara lain: PMI Manufaktur, konsumsi listrik, ekspor, dan belanja bantuan sosial masih tumbuh positif (month to month); Indeks Keyakinan Konsumen menunjukkan optimisme; sedangkan penerimaan pajak mengalami tekanan di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah, sebagaimana ditunjukkan dengan terjadinya deflasi di bulan tersebut. Secara bulanan, kenaikan konsumsi listrik industri dan bisnis yang masih tumbuh positif mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi masih bertumbuh, hal ini turut menjadi sinyal pemulihan ekonomi. Selain itu, pemerintah terus berupaya untuk mengakselerasi belanja negara agar dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
Pendapatan Negara Tertekan
Memasuki awal semester II 2020 dalam masa pandemi Covid-19, realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir Juli 2020 telah mencapai Rp 922,25 triliun atau 54,25% target APBN-Perpres 72/2020. Pendapatan Negara dan Hibah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar negatif 12,37% (year on year/yoy). Lebih rinci, realisasi penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berturut-turut mencapai Rp 710,98 triliun atau tumbuh negatif 12,29%, dan Rp208,81 triliun yang tumbuh negatif 13,53%.
Realisasi penerimaan perpajakan dari pajak mencapai Rp 601,91 triliun atau 50,21% dari APBN-Perpres 72/2020. Penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp109,06 triliun atau 53,02% APBN-Perpres 72/2020, tumbuh 3,71% (yoy). Realisasi PNBP sampai dengan akhir Juli 2020 mencapai Rp 208,81 triliun atau 70,99% target APBN-Perpres 72/2020. Meskipun penerimaan pajak secara umum masih mengalami kontraksi yang dalam di Juli, penerimaan PPh Orang Pribadi (OP) masih tumbuh positif dan PPN DN membaik pertumbuhannya. Selain itu, sektor industri pengolahan dan sektor jasa keuangan dan asuransi mengalami perbaikan kinerja di Juli.
Peningkatan Bantuan Sosial
Realisasi belanja negara sampai dengan akhir Juli 2020 tercatat sebesar Rp 1.252,42 triliun atau sekitar 45,72% dari pagu Perpres 72/2020. Realisasi tersebut meliputi realisasi Belanja pemerintah pusat sebesar Rp 793,60 triliun, tumbuh 4,25% (yoy) dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 458,82 triliun tumbuh negatif 3,4 % (yoy).
Peningkatan kinerja realisasi belanja pemerintah pusat tersebut terutama dipengaruhi oleh realisasi bantuan sosial yang mencapai Rp 117,04 triliun atau tumbuh 55,9% (yoy). Pertumbuhan realisasi bantuan sosial di tahun 2020 utamanya ditujukan dalam PEN perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan di tengah pandemi Covid-19. Di sisi lain, realisasi belanja barang tumbuh negatif sebesar 16,70% (yoy) sejalan dengan upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi belanja yang tidak terkait langsung dengan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Juli 2020 mencapai Rp 83,64 triliun atau 43,56% dari target pada APBN-Perpres 72/2020, tumbuh negatif 9,29% (yoy).
Realisasi TKDD sampai dengan akhir Juli 2020 mencapai Rp 458,82 triliun atau 60,06% dari pagu APBN Perpres 72/2020. Selanjutnya, Pemerintah telah menerbitkan PMK 101/2020 yang mulai berlaku pada Agustus 2020 untuk memberikan relaksasi percepatan penyaluran TKDD dalam rangka percepatan APBD untuk mendukung pemulihan ekonomi di daerah.
Tren Positif Realisasi PEN
Perkembangan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menunjukkan tren positif. Di sektor kesehatan, Program PEN telah merealisasikan sejumlah insentif kesehatan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan, penyaluran untuk gugus tugas penanganan Covid-19 dan insentif BM dan PPN Kesehatan. Selanjutnya, program PEN untuk perlindungan sosial telah terealisasi untuk Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan tunai dan sembako, kartu sembako dan pra kerja, diskon listrik, dan BLT dana desa. Di sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda, Program PEN telah terealisasi untuk kegiatan padat karya K/L, DID pemulihan ekonomi, DAK Fisik, dan cadangan perluasan bantuan produktif.
Selain itu, sebagai wujud pemberian dukungan kepada dunia usaha, Pemerintah telah merealisasikan berbagai insentif untuk para pelaku usaha antara lain: PPh 21 DTP, Pembebasan PPh 22 impor, Pengurangan angsuran PPh 25, Pengembalian pendahuluan PPN, dan Penurunan tarif PPh Badan. Dukungan bagi UMKM pun turut menjadi prioritas Pemerintah yang ditunjukkan dengan terealisasinya penempatan dana Pemerintah, pembiayaan investasi LPDB, pemberian insentif PPh Final UMKM DTP, dan pemberian subsidi bunga untuk UMKM. Pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga keberlanjutan fiskal di tahun 2020. Realisasi defisit APBN hingga akhir Juli 2020 mencapai Rp 330,17 triliun atau sekitar 2,01% PDB.
Realisasi pembiayaan anggaran hingga Juli 2020 sudah mencapai Rp 502,97 triliun (48,40%) dari pagu Perpres 72/2020), terutama bersumber dari pembiayaan utang. Realisasi pembiayaan utang hingga akhir Juli 2020 mencapai Rp 519,22 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp 513,41 triliun dan realisasi Pinjaman (neto) sebesar Rp 5,81 triliun. Di sisi lain, pemerintah juga telah merealisasikan pengeluaran pembiayaan investasi sebesar Rp 16,50 triliun, yang pencairan PMN kepada BUMN sebesar Rp 9,50 triliun dan investasi kepada BLU sebesar Rp 7 triliun.
Pada Juli, pemerintah berhasil masuk ke pasar Jepang dengan penerbitan Samurai Bonds senilai JPY 100 miliar, yang merupakan penerbitan sovereign pertama di pasar Jepang untuk tahun 2020 dan penerbitan pertama dari penerbit Asia setelah masa pandemi. Pemerintah juga telah menerbitkan SBN Ritel seri ORI017 yang berhasil mencatat rekor SBN Ritel dengan penjualan tertinggi sejak dijual dalam jaringan (online) di tahun 2018 dengan total penjualan ORI017 sebesar Rp 18,34 triliun. Meskipun seluruh kegiatan public outreach dan kampanye ORI017 dilakukan secara daring, penerbitan kali ini berhasil mencapai tingkat keritelan yang lebih baik dibandingkan penerbitan ORI016.
Selain itu, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) terus bersinergi dan melakukan koordinasi intensif dalam upaya pemulihan ekonomi nasional sebagaimana kesepakatan yang tertuang dalam SKB I dan II. Partisipasi BI berdasarkan SKB I telah mencapai Rp 42,956 triliun, sedangkan berdasarkan SKB II (burden sharing) sebesar Rp 82,1 triliun yang digunakan untuk belanja kelompok public goods dan Rp 22 triliun untuk pemenuhan pembiayaan non-public goods. Upaya penanganan pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional membutuhkan pembiayaan yang cukup besar yang sebagiannya dipenuhi oleh pembiayaan.
Namun demikian, pemerintah senantiasa menjaga pemenuhan aspek kehati-hatian (prudent) dan akuntabel serta dimanfaatkan untuk kegiatan produktif dalam memperoleh pembiayaan utang. Pemerintah berkomitmen untuk menempatkan APBN sebagai instrumen fiskal untuk melindungi masyarakat dan perekonomian Indonesia di tengah kondisi yang dipenuhi ketidakpastian ini.
www.swa.co.id