REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) masih terus melaksanakan program restrukturisasi kredit bagi para nasabah terdampak Covid-19. Perseroan memperkirakan realisasi restrukturisasi bisa mencapai Rp 200 triliun hingga akhir 2020.
Direktur Manajemen Risiko Agus Sudirato melihat tren pengajuan restrukturisasi kredit semakin turun memasuki semester kedua. "Kita perkirakan puncak restrukturisasi sudah selesai di Mei dan Juni. Juli masih ada tapi relatif kecil," kata Agus dalam Public Expose Live, Kamis (27/8).
Agus berharap, pandemi Covid-19 bisa segera berakhir dan kondisi perekonomian masyarakat kembali membaik. Sehingga, tidak ada lagi debitur yang mengajukan restrukturisasi dan nilai kredit yang direstrukturisasi hanya berada dikisaran Rp 200 triliun.
Di sisi lain, Agus menambahkan, BRI terus berupaya mempertahankan rasio gagal bayar atau non performing loan (NPL) terjaga dikisaran tiga persen. Hingga akhir Juni, tingkat NPL BRI tercatat berada di level 2,98 persen.
Dalam menjaga tingkat NPL, Agus mengungkapkan, Perseroan selalu memonitor secara ketat debitur-debitur yang terdampak Covid-19. Perseroan juga akan mereview kembali kondisi para debitur yang telah melakukan reatrukturisasi.
"Manakala diantara debitur yang sudah kita restrukturisasi ada yang kesulitan kembali, maka akan kami review untuk dibantu kembali, kalau memang tidak bisa apa boleh buat mungkin memang akan jatuh jadi NPL," tutur Agus.
Selain itu, Perseroan juga akan lebih berhati-hati terhadap debitur baru. Perseroan akan selektif mengambil calon debitur dan akan lebih memprioritaskan debitur dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).